Bedah Editorial MI: Menstabilkan Barometer Perekonomian

9 April 2025 08:33

SEPERTI yang telah diprediksi banyak kalangan, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Bursa Efek Indonesia dibuka melemah tajam dan nyaris terkoreksi hingga 10%, usai libur Lebaran. Sentimen negatif dari luar negeri hingga kebijakan regulator direspons pasar dengan kepanikan.

Memang, tren penurunan harga saham juga terjadi di berbagai negara, mulai dari Amerika Serikat (AS) hingga beberapa negara di Asia. Tren semacam ini melanda pasar modal Indonesia juga yang mengikuti pergerakan turun indeks saham regional dan global.

Situasi amblesnya IHSG ini menunjukkan kondisi psikologis investor yang khawatir kebijakan tarif impor yang diluncurkan Presiden AS Donald Trump dapat berimbas pada kinerja pendapatan korporasi yang jadi emiten di bursa efek.

Selain itu, pengumuman perubahan aturan mekanisme trading halt (penghentian sementara perdagangan saham) sebelum pembukaan bursa turut memperparah ketakutan pelaku pasar. Investor yang sudah khawatir, kemudian disuguhi perubahan kebijakan auto rejection bawah (ARB) sebesar 15?n mekanisme trading halt yang dianggap belum selaras.

Perubahan kebijakan secara mendadak tersebut justru menambah ketidakpastian, dan jelas semakin memperparah kepanikan pasar, sehingga membuat dana asing keluar lebih cepat. Apalagi, pasar saham Indonesia sangat sensitif terhadap sentimen, bukan sekadar faktor teknikal. 

Sentimen negatif ini juga merupakan akumulasi dari dampak penurunan daya beli dan perlambatan ekonomi yang disebabkan oleh efisiensi anggaran pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
 

Baca: IHSG Masih 'Hancur Lebur', Rontok 514 Poin!

Karena itu, kita mendorong agar regulator lebih berhati-hati dalam mengumumkan kebijakan yang bisa memicu reaksi psikologis berlebihan. Market kita sudah syok, jangan sampai ditambah menjadi triple shock.

Pasar saham adalah barometer penting bagi perekonomian sebuah negara. Ketika pasar saham bergerak stabil, ia tidak hanya mencerminkan kesehatan ekonomi, tetapi juga menciptakan kepercayaan bagi para investor dan masyarakat. 

Pada titik inilah pemerintah perlu hadir dengan langkah-langkah yang terukur dan efektif. Perlunya respons cepat dan tepat dari pemerintah agar permintaan ekspor tidak menurun dan kepercayaan investor dapat pulih kembali dengan langkah negosiasi tarif dengan AS perlu segera direalisasikan.

Selain itu, dibutuhkan kebijakan fiskal yang tepat, seperti memberikan stimulus ekonomi atau bantuan langsung untuk sektor-sektor yang terdampak, bisa menjadi langkah awal untuk menjaga daya beli masyarakat dan stabilitas ekonomi.

Jika pasar saham dibiarkan mengalami penurunan tajam, dampaknya bisa dirasakan hampir di seluruh aspek kehidupan, mulai dari pengangguran, penurunan daya beli, hingga ketidakpastian ekonomi yang melanda. 

Dalam kondisi seperti ini, pemerintah memegang peranan penting untuk merumuskan kebijakan yang tidak hanya menenangkan pasar, tetapi juga memberikan rasa aman bagi para pelaku ekonomi. Menjaga stabilitas pasar saham bukanlah tugas yang mudah, tetapi ia sangat penting untuk memastikan perekonomian tetap berjalan dengan baik. 

Dengan kebijakan yang tepat, pemerintah tidak hanya dapat menenangkan pasar, tetapi juga mengurangi dampak negatif dari ketidakstabilan pasar saham terhadap kehidupan masyarakat. 

Kepercayaan investor akan kembali pulih, sehingga pada gilirannya mampu menciptakan barometer yang positif bagi perekonomian Indonesia.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Gervin Nathaniel Purba)