Tradisi Dugderan di Kota Semarang. MI
Media Indonesia • 26 February 2025 13:12
Semarang: Tradisi Dugderan di Kota Semarang bukan sekadar perayaan tahunan menjelang Ramadan, tetapi juga merupakan warisan budaya yang telah berlangsung lebih dari satu abad. Mukhamad Shokheh dosen senior Departemen Sejarah, Fakultas Ilmu Sosial dan ilmu Politik, Universitas Negeri Semarang (UNNES) menuturkan Dugderan merupakan tradisi khas Kota Semarang yang mencerminkan perpaduan budaya dan agama dalam masyarakat.
Setiap daerah memiliki cara unik dalam menyambut datangnya bulan Ramadan. Di beberapa daerah seperti Magelang dan Temanggung, masyarakat menjalankan tradisi Adusan atau Padusan, yaitu mandi di sumber air atau tempat pemandian sebagai simbol penyucian diri sebelum memasuki bulan suci. Sementara, di Kota Semarang sendiri, masyarakat memiliki tradisi yang namanya Dugderan, sebuah tradisi yang khas dan tidak ditemukan di daerah lain.
“Tradisi ini menjadi bagian dari identitas budaya Semarang dalam menyambut Ramadan,” ungkap Mukhamad Shokheh.
Sejarah Dugderan dapat ditelusuri hingga tahun 1881 pada masa kepemimpinan Bupati Semarang, Raden Mas Tumenggung Aryo Purboningrat. Saat itu, masyarakat belum memiliki sistem komunikasi yang efektif untuk mengetahui awal Ramadan. Sebagai solusi, sang Bupati menciptakan inovasi berupa pengumuman resmi yang ditandai dengan bunyi bedug ("Dug") sebanyak 17 kali dan dentuman meriam ("Der") sebanyak 7 kali. Dari sinilah istilah "Dugderan" berasal.
Baca: Tempat Hiburan Malam di Tangsel Dilarang Beroperasi Selama Ramadan |