Ancaman Megatrhust, BMKG Fokus Mitigasi di Banten dan Selat Sunda

Kepala BMKG Dwikorita Karnawati. Foto: Biro Pers Sekretariat Presiden

Ancaman Megatrhust, BMKG Fokus Mitigasi di Banten dan Selat Sunda

Atalya Puspa • 27 August 2024 18:21

Jakarta: Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mengarahkan agar lebih fokus terhadap wilayah Selat Sunda dan Banten untuk mitigasi ancaman gempa megatrhust. Hal itu karena wilayah tersebut merupakan wilayah industri kimia dan banyak masyarakat yang tinggal di sekitarnya.

“Kami sangat-sangat serius menyiapkan itu, di Banten dan Selat Sunda, karena di situ ada industri, dampaknya akan berbeda dengan lokasi yang tidak ada industri,” kata Kepala BMKG saat agenda Rapat Dengar Pendapat bersama dengan Komisi V DPR RI, Selasa, 27 Agustus 2024.

Menurut dia, sejak 2018, pihaknya telah berkoordinasi dengan berbagai pihak, mulai dari pemerintah daerah, pihak industri, pelaku pariwisata hingga masyarakat. Keseriusan BMKG dalam melakukan mitigasi dampak megatrhust di wilayah tersebut terlihat dari banyaknya alat deteksi yang sudah dipasang. yakni ada 39 seismograf terpasang.

Kemudian, BMKG pun telah memasang sebanyak 20 alat akselerograf. Selain itu, sebanyak 22 automatic water level atau tsunami gates dipasang untuk mendeteksi adanya aktivitass Gunung Anak Krakatau.

“Jadi yang dikhawatirkan bukan hanya megatrhust, tapi juga gunung anak krakatau yang bisa memicu erupsi dan longsor bawah laut,” imbuh Dwikorita.

Baca: 

31 Kali Gempa Susulan Mengguncang Yogyakarta


 BMKG juga telah memasang sebanyak 15 sirine untuk evakuasi, yang sebelumnya hanya dua pada 2018. Kemudian, warning reciver system pun dipasang di BPBD, lokasi hotel, industri, sebanyak 81 alat.

“Dan kami lakukan sekolah lapang gempa ada di tujuh lokasi. Dan ini masih terus, terutama untuk memberdayakan pemerintah daerah dan masyarakat agar mereka mampu mandiri. Jadi mohon doanya, semoga yang kami lakukan bukan prediksi, kami tidak mampu melakukan prediksi karena akurasinya masih sangat rendah,” kata Dwikorita.

Menurut dia, setelah mengetahui adanya potensi megatrhust, yang terpenting dilakukan ialah langkah mitigasi. Dalam hal ini, BMKG pun telah melakukan studi bersama para pakar dari pihak lain, misalnya dari perguruan tinggi, dari BRIN, dari pihak-pihak riset institut.

“Jadi kita melakukan studi bahwa memang potensi di situ relatif yang lebih tinggi dibandingkan daerah megatrhust lainnya, yakni Selat Sunda Banten dan Mentawai Siberut. Jadi kita bukan melakukan prediksi, tapi monitoring. Yang diprediksi adalah tsunaminya, bukan gempa buminya,” pungkas Dwikorita.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Lukman Diah Sari)