Ilustrasi KRL Commuter Line. Dok. MI
Achmad Zulfikar Fazli • 1 September 2024 20:06
Jakarta: Pemerintah berencana menyesuaikan tarif Kereta Rel Listrik (KRL) Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi (Jabodetabek) dengan mengubah skema pemberian subsidi. Tarif KRL bakal diterapkan berbasis Nomor Induk Kependudukan (NIK).
Wacana perubahan skema pemberian subsidi tarif KRL Jabodetabek tertuang dalam Buku II Nota Keuangan Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) Tahun Anggaran 2025, yang diserahkan pemerintah ke DPR untuk dibahas bersama.
Dalam dokumen tersebut ditetapkan subsidi PSO untuk PT Kereta Api Indonesia (Persero) dialokasikan Rp4,79 triliun. Anggaran sebesar itu digunakan untuk mendukung perbaikan kualitas dan inovasi pelayanan kelas ekonomi bagi angkutan kereta api antara lain KA ekonomi jarak jauh, KA ekonomi jarak sedang, KA ekonomi jarak dekat, KA ekonomi Lebaran, KRD ekonomi, KRL Jabodetabek, KRL Yogyakarta, dan Light Rail Transit (LRT) Jabodebek.
Subsidi public service obligation (PSO) KRL Jabodetabek diperkirakan menyentuh angka Rp7,88 triliun berdasarkan APBN 2024. Jumlah itu meningkat Rp5,09 triliun ketimbang 2023, dengan peningkatan rata-rata 2,4 persen pertahun.
Merujuk pada laporan KAI Commuter, realiasi laporan yang tersedia hingga 2022, subsidi mencapai Rp1,41 triliun. Subsidi pada 2018-2022 berada di kisaran Rp1,13 triliun-Rp1,63 triliun.
Dalam tiga tahun terakhir pada 2020-2022, total anggaran subsidi KRL mencapai Rp4,2 triliun.
Tarif KRL
Berapa tarif perjalanan KRL dengan skema pemberian subsidi yang berlaku saat ini? Tarif KRL yang berlaku per 25 kilometer adalah Rp3 ribu.
Dilansir dari laman
https://commuterline.id/perjalanan-krl/info-tarif, ongkos perjalanan KRL dari Stasiun Bogor menuju Stasiun Depok sebesar Rp3 ribu per orang dalam sekali perjalanan. Sedangkan, dari Stasiun Bogor menuju Jakarta Kota sebesar Rp6 ribu.
Contoh lainnya, tarif perjalanan dari Kota Bekasi menuju Jatinegara sebesar Rp3 ribu dan Kota Bekasi menuju Jakarta Kota sebesar Rp6 ribu per orang dalam sekali perjalanan. Bila tanpa subsidi, tarif KRL mencapai Rp10 ribu sampai dengan Rp15 ribu.
Menambah Beban Masyarakat
Wacana penyesuaian tarif KRL mendapat penolakan dari para angker (anak kereta). Kebijakan ini dinilai bakal menjadi beban bagi para angker.
Hal tersebut disampaikan Dika, salah seorang pengguna KRL Jabodetabek. Dia menyarankan pemerintah fokus kepada peningkatan pelayanan ketimbang menambah beban masyarakat melalui penyesuaian tarif KRL.
“Itu makin ribet, dari pada mikirin penyesuaian tarif berdasarkan NIK, mending fasilitasnya dulu yang diperbaiki, biar tidak terjadi penumpukan,” kat Dika kepada
Metro TV, Sabtu, 31 Agustus 2024.
Dia menilai pemerintah seharusnya berupaya menambah gerbong KRL Jabodetabek daripada pusing-pusing mengatur penyesuaian tarif KRL. Pada jam tertentu, penumpukan penumpang terjadi di gerbong dan stasiun KRL Jabodetabek.
Angker lainnya, Rifki menilai penyesuaian tarif hanya membebani kalangan menengah ke atas. Belum lagi proses administrasinya yang akan menyulitkan.
“Menurut saya kurang make sense aja sih, karena untuk fasilitas umum ini kan sudah terjangkau dari segi harganya tidak perlu menggunakan NIK,” ucap Rifki.
Tingkatkan Layanan KRL
Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Djoko Setidjowarno mengatakan penyesuaian tarif KLR tidak tepat di tengah layanan KRL yang memburuk. Pemerintah disarankan mengutamakan peningkatan layanan KRL.
"Namun sekarang jadi masalah, ketika kondisi layanan KRL memburuk, tiba-tiba akan ada kebijakan berdasar NIK. Waktunya kurang tepat di saat layanan KRL kurang bagus yang disebabkan kurangnya armada kereta," kata Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Djoko Setidjowarno kepada
Metrotvnews.com, Minggu, 1 September 2024.
Menurut dia, kebijakan itu seharusnya komprehensif mengatur peningkatan layanan KRL. Tak seperti sekarang, merujuk pada ketersediaan gerbong.
"Baru mulai Maret 2025, akan datang secara bertahap rangkaian kereta yang dipesan dari Tiongkok," kata dia.
Djoko mengatakan subsidi KRL yang diberikan berdasarkan NIK, kurang efektif. Dia memberi opsi lain soal subsidi KRL, yakni peniadaan potongan harga saat akhir pekan dan hari libur.
Menurut Djoko, hal tersebut bakal sejalan dengan tujuan pemerintah, yakni memangkas sepertiga PSO yang ada. Penghematan ini, kata dia, bisa dialihkan untuk angkutan perintis di daerah lain.
Beralih ke Trasnportasi Pribadi
Langkah pemerintah mengubah skema subsidi tarif KRL Jabodetabek akan berdampak pada volume kendaraan di wilayah Jakarta dan sekitarnya. Masyarakat diyakini bakal beralih ke transportasi pribadi bila tarif KRL mengalami penyesuaian berdasarkan NIK.
Pengamat kebijakan publik Trubus Radiansyah mengatakan belum ada urgensi untuk diberlakukan kebijakan ini meski wacananya sudah berembus lama. Dia meminta pemerintah mengkaji ulang, jangan sampai masyarakat kembali beralih ke transportasi pribadi.
“Misalnya yang menengah ke atas itu nanti rata-rata 10 sampai 15 ribu berarti kan itu akan berdampak kepada masyarakat menengah ke atas untuk tidak menggunakan transportasi KRL,” kata Trubus dikutip dari tayangan
Metro TV, Sabtu, 31 Agustus 2024.
Selama ini, kata dia, pemerintah berupaya mendorong masyarakat menggunakan transportasi umum, sehingga KRL menjadi salah satu moda transportasi yang menjadi pilihan masyarakat. Namun, dengan mengubah kebijakan tarif tersebut, justru akan bertolak belakang dengan upaya yang dilakukan pemerintah.
Masyarakat menengah ke atas dikhawatirkan bakal kabur dari transportasi umum dan beralih ke kendaraan pribadi. Ini justru akan menimbulkan banyak dampak negatif, seperti kemacetan hingga polusi.
“Menurut saya kebijakan ini harus dikaji lebih mendalam lagi, jangan sampai dampaknya adalah membawa masyarakat berpindah lagi ke moda transportasi pribadi,” ujar Trubus.
Penyesuaian Tarif Masih Dikaji
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengatakan perubahan skema
subsidi layanan KRL Jabodetabek menjadi berbasis NIK masih dikaji. Sedang dilakukan studi agar semua angkutan umum bersubsidi digunakan orang yang sepantasnya mendapatkan subsidi. Namun, perubahan ini sifatnya masih wacana.
"Kita lagi studi bagaimana semua angkutan umum bersubsidi itu digunakan oleh orang yang memang pantas untuk mendapatkan, nanti kalau ada (berbasiskan) NIK, ya itu masih wacana, masih studi," ujar Budi Karya, Kamis, 29 Agustus 2024.
Hal senada disampaikan Direktur Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan Risal Wasal. Menurut dia, masih dilakukan pembahasan dengan pihak-pihak terkait sehingga skema tarif berbasis NIK ini tepat sasaran.
“Nantinya skema ini akan diberlakukan secara bertahap, dan akan dilakukan sosialisasi kepada masyarakat sebelum ditetapkan," kata Risal.
Pihaknya juga akan membuka diskusi publik dengan akademisi dan perwakilan masyarakat untuk memastikan skema tarif yang akan diberlakukan tidak memberatkan angker.
"Diskusi publik ini dilakukan setelah skema pentarifan selesai dibahas secara internal, dan merupakan bagian dari sosialisasi kepada masyarakat," tutur dia.
Belum Dibahas dengan Presiden
Presiden Joko Widodo merespons rencana perubahan skema subsidi tarif KRL Jabodetabek menjadi berbasis NIK yang belakangan ramai diperbincangkan di media sosial. Presiden mengaku tak tahu detail wacana tersebut.
"Saya enggak tahu," kata Jokowi di Jakarta Timur, Jumat 30 Agustus 2024.
Menurut dia, belum ada rapat terkait permasalahan ini. Dia juga belum tahu detail masalah di lapangan seperti apa.