Ilustrasi Bank Indonesia. Foto: MI/Ramdani.
M Ilham Ramadhan Avisena • 16 April 2025 16:35
Jakarta: Arah kebijakan moneter Bank Indonesia (BI) dinilai justru berkontribusi pada pelemahan daya beli masyarakat, terutama kelas menengah ke bawah. Itu karena bank sentral memiliki kecenderungan untuk terus menyerap likuiditas dari perekonomian lewat operasi moneter (OM) yang bersifat absorptif.
"Operasi moneter Bank Indonesia selama lebih dua dekade terakhir lebih bersifat menyerap likuiditas perekonomian. Pola ini makin kentara dalam lima tahun terakhir dan melonjak tajam di 2024," kata Ekonom Bright Institute Awalil Rizky melalui keterangan tertulis, Rabu, 16 April 2025.
Dia merujuk pada data posisi operasi moneter bersifat absorptif yang meningkat dari Rp297,49 triliun pada 2019 menjadi Rp945,56 triliun pada akhir 2024. Per Maret 2025, angka tersebut masih tinggi, mencapai Rp922,58 triliun.
Instrumen seperti SRBI bahkan mencapai Rp891,13 triliun dan sebagian besar dana tersebut tidak mengalir ke sektor riil. Menurut dia, strategi itu memang berhasil menjaga inflasi tetap rendah dan stabil, tetapi berisiko menekan pertumbuhan ekonomi dan melemahkan konsumsi rumah tangga.
"Dari narasi kebijakan BI, alasan utama operasi moneter adalah menjaga inflasi. Tapi ini juga bisa dibaca sebagai kurangnya dorongan bagi penciptaan lapangan kerja dan pertumbuhan ekonomi," jelas Awalil.
Baca juga: Selama Ramadan dan Idulfitri, Kesejahteraan Masyarakat Merosot Tajam |