Ilustrasi. Foto: Medcom.id.
Ade Hapsari Lestarini • 22 January 2025 14:46
Jakarta: Pembangunan ekonomi Indonesia diperkirakan hanya tumbuh lima persen saja seperti prediksi Bank Dunia. Namun semangat dan cita-cita Presiden Prabowo Subianto untuk pertumbuhan ekonomi delapan persen juga harus dihargai.
Rektor Universitas Paramadina Didik J. Rachbini memaparkan, isi Asta Cita 1-8 pada pemerintahan Presiden Prabowo terbanyak berkaitan dengan isu ekonomi. Negara Vietnam berhasil tumbuh perekonomiannya 7-8 persen karena ekspornya telah jauh melampaui Indonesia.
Yakni USD405 miliar per tahun. Sementara Indonesia yang 20 tahun lalu sebenarnya telah mencapai USD200 miliar per tahun, namun sekarang stuck di USD250 miliar per tahun, atau kurang dari itu. Hal itu lebih tergantung pada situasi ekonomi internasional.
"Indonesia tidak akan pernah mencapai pertumbuhan ekonomi delapan persen sampai 2029 tanpa penguatan ekonomi melalui industri. Tragisnya selama 10 tahun terakhir sektor industri di bawah para penanggungjawab yang sama pada kabinet ini, hanya tumbuh 3-4 persen saja," jelas Didik, dalam Diskusi Publik Indef-Paramadina, "Evaluasi Kritis 100 Hari Pemerintahan Prabowo Bidang Ekonomi", Rabu, 22 Januari 2025.
Sektor industri Vietnam
Sementara sektor industri Vietnam bisa tumbuh 9-10 persen. Pada saat yang sama ekspornya bisa tumbuh 14-15 persen. Kondisi itu sama persis dengan Indonesia pada 1985 ekonomi tumbuh tujuh persen, sektor industri tumbuh 9-10 persen, ekspornya tumbuh 20 persen.
Oleh karena itu untuk bisa menumbuhkan kembali kinerja sektor industri maka elemen-elemen birokrasi ikuti saja Asta Cita yang ke 3. Zaman Pak Harto, separuh dari birokrasi Departemen Keuangan pernah dirumahkan. Kegiatan ekspor diserahkan ke SGS. Akibatnya, kegiatan ekspor ketika itu melaju kencang. Semua diplomat juga diberikan target agar neraca perdagangan harus surplus.
"Kita optimistis saja sebagaimana Vietnam yang tengah melaju kencang perekonomiannya. Kinerja investasi di Indonesia menjadi merosot, karena investasi banyak bergeser ke Vietnam. Persis sama dengan 1985 ketika ekonomi Filipina buruk sekali pada era Marcos. Begitu buruknya hingga investasi di Filipina banyak yang bergeser ke Indonesia," tambah dia.
Jadi, kata Didik, tanpa investasi dari luar negeri, ekonomi tidak mungkin tumbuh. Diperlukan 3-4 kali lipat dari Rp1.400 triliun untuk sampai pada pertumbuhan 6-7 persen.