Aturan Turunan soal Presidential Threshold Dinilai Perlu Dikaji

Politikus Partai Golkar Maman Abdurrahman. Foto: Tangkapan layar Youtube Metro TV

Aturan Turunan soal Presidential Threshold Dinilai Perlu Dikaji

Kautsar Widya Prabowo • 4 January 2025 19:24

Jakarta: Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menghapus ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden (presidential threshold) dinilai perlu dikaji. Khususnya, aturan turunan dari keputusan tersebut.

"Bagi saya, terlepas dari ini adalah sebuah produk hukum yang kita taati, perlu kita kaji kembali dalam konteks aturan-aturan turunannya," ujar politikus Partai Golkar, Maman Abdurrahman, dikutip pada Sabtu, 4 Januari 2025. 

Maman setuju keran demokrasi harus dibuka selebar-lebarnya. Namun, dia mengingatkan jangan sampai banyaknya calon presiden dan calon wakil presiden justru menghambat terwujudnya konsolidasi nasional. 

"Jangan sampai demokratisasi yang kita harapkan itu justru memiliki hambatan terhadap upaya kita mendorong konsolidasi nasional dan menuju ke arah yang lebih baik," terang dia.

Maman mengatakan tujuan utama mendirikan suatu negara ialah meningkatkan kesejahteraan masyarakat, bukan berdemokrasi. Sehingga, tujuan utama mendirikan suatu negara itu terganggu karena keran demokrasi dibuka terlalu lebar.

"Jadi jangan sampai, kita harus lihat juga, pada saat demokrasi ini dibuka secara luas dan bebas, memiliki efek produktif enggak dalam konsolidasi nasional kita untuk menuju kesejahteraan rakyat," ujar dia.
 

Baca Juga: 

Pemerintah akan Bahas Implikasi Penghapusan Presidential Threshold Terhadap Pilpres 2029


MK mengabulkan gugatan terkait penghapusan presidential threshold 20 persen. Dengan putusan ini, ambang batas pencalonan presiden menjadi 0.

Hal tersebut diputuskan dalam sidang perkara nomor 62/PUU-XXII/2024 yang digelar di Ruang Sidang MK, Jakarta, Kamis, 2 Januari 2025). Perkara tersebut terregistrasi dalam perkara 62/PUU-XXII/2024 yang diajukan Enika Maya Oktavia.

"Menyatakan norma Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6109) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," kata Ketua MK Suhartoyo dilansir dari Website MK pada Kamis, 2 Januari 2025.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Achmad Zulfikar Fazli)