Ilustrasi BPJS Kesehatan. Foto: MI/Pius Erlangga
Annisa Ayu Artanti • 17 November 2024 12:45
Jakarta: Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menolak kenaikan iuran
BPJS tahun depan. YLKI menilai keputusan kenaikan iuran tersebut sebagai kado pahit di awal pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.
Plt. Ketua Pengurus Harian YLKI, Indah Suksmaningsih mengatakan, sangat tidak tepat kebijakan kenaikan iuran tersebut dilakukan tahun depan. Pasalnya, Indonesia belum lama lepas dari bencana covid-19, yang berakibat memporak-porandakan ekonomi rakyat, sementara dunia usaha baru saja mulai merangkak lagi.
"Ini artinya kemampuan daya beli konsumen belum pulih seperti sedia kala. Tapi manajemen BPJS justru mau menaikkan iuran secara semena-mena," ungkap Indah dalam keterangan tertulis, Minggu, 17 November 2024.
Ilustrasi BPJS Kesehatan. Foto: MI/Pius Erlangga
YLKI mempertanyakan alasan kenaikan uiran BPJS
Dia pun mempertanyakan alasan penaikan iuran tersebut. Manajemen bilang penyebabnya adalah defisit anggaran.
"Apakah defisit itu selalu identik dengan perlu dan harus menaikan tarif iuran? Mengapa beban defisit harus dilempar ke pundak konsumen secara semena-mena?" kata dia.
Menurutnya, masih banyak upaya yang seharusnya menjadi tanggungan negara dalam memberikan layanan bagi konsumen. Contohnya, pemangkasan gaji dan tantiem yang didapat jajaran direksi dan komisaris hingga pengalihan subsidi energi yang dinilainya mubazir.
Dia menuturkan, seharusnya prinsip gotong royong dalam operasional layanan publik BPJS bukan saja antar konsumen mampu dan tidak mampu, tetapi juga gotong royong dalam arti luas termasuk peran pemerintah dalam pengalokasian anggaran serta contoh penghematan dari jajaran manajemen BPJS itu sendiri.
"Jika semua itu sudah dilakukan, maka YLKI optimis bahwa kenaikan tarif iuran tidak perlu terjadi atau sekurang-kurangnya menjadi sebuah pilihan terakhir setelah semuanya dijalankan," tutur dia.