Makna Hari Raya Idulfitri

Anggota Dewan Pakar Pusat Partai NasDem Habib Mohsen Hasan Alhinduan. Foto: Istimewa.

Makna Hari Raya Idulfitri

Anggi Tondi Martaon • 30 March 2025 21:30

Jakarta: Hari Raya Idulfitri 1446 Hijriah bakal jatuh pada Senin, 31 Maret 2025. Ada sejumlah makna dari perayaan hari besar umat Islam.

Anggota Dewan Pakar Pusat Partai NasDem Habib Mohsen Hasan Alhinduan menyampaikan idulfitri bermakna kembali suci dari segala dosa dan keburukan. "Sehingga idul fitri memiliki arti kembali lagi ke kondisi di mana kita dilahirkan," kata Mohsen melalui keterangan tertulis, Minggu, 31 Maret 2025.

Dia menyampaikan lebaran idulfitri merupakan hari kemenangan setelah menjalankan ibadah puasa ramadan sebulan penuh. Sebab, selain dituntut menahan hawa nafsu dan memperbanyak ibadah, umat muslim tetap bekerja dengan baik saat berpuasa.

"Saat puasa berakhir, Allah memerintahkan kepada umat muslim untuk merayakannya. Merayakan bahwa muslim yang berpuasa, telah berhasil mengendalikan dirinya dari hawa nafsu berlebihan dan perbuatan yang buruk," ungkap dia.
 

Baca juga: 

Idulfitri jadi Momentum Memperkokoh Nilai-Nilai Persatuan Bangsa


Selain itu, makna lain lebaran idulfitri yaitu media penyambung silaturahmi. Sebab, masyarakat terlalu sibuk hingga jarang berkomunikasi dengan teman, kerabat, bahkan keluarga besar. 

"Idul Fitri menjadi momen untuk kembali menyambung tali silaturahmi," sebut dia.

Selain itu, lebaran idulfitri dinilai sebagai momen pengingat untuk bersyukur. Menurut Mohsen, banyak cara yang bisa dilakukan untuk bersyukur.

"Salah satu kebaikan yang menunjukkan rasa syukur adalah bersedekah. Memberikan kelebihan yang kita miliki kepada saudara sesama muslim yang merayakan idulfitri," ujar dia. 

Tradisi Budaya Indonesia dan Islam saat Idulfitri 

Setiap tahunnya, masyarakat Indonesia mempunyai tradisi yang secara tidak sadar dilakukan saat lebaran. Salah satunya, budaya sungkeman, halal bihalal, dan berkirim kartu lebaran.

Mengutip budayawan Umar Khayam yang tertuang dalam buku tulisan Arif Yosodipuro berjudul Buku Pintar Khatib dan Khotbah, tradisi lebaran merupakan akulturasi budaya Jawa dan Islam. Pada saat itu, para ulama di Jawa menggabungkan kedua budaya tersebut guna menjaga kerukunan dan kesejahteraan masyarakat. 

Hingga akhirnya tradisi itu meluas ke seluruh wilayah di Indonesia, bahkan melibatkan berbagai pemeluk agama. Tradisi tersebut tidak terlihat di negara Islam lain.

"Sebagai contoh, setelah pelaksanaan sholat Idul Fitri, tidak ada tradisi berjabatan tangan secara bersama-sama untuk saling memaafkan di negara-negara Islam Timur Tengah dan Asia (di luar Indonesia). Berjabatan tangan secara sporadis yang dilakukan hanyalah sebagai simbol keakraban," ungkap dia.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Anggi Tondi)