Kepala Daerah Dilarang Lantik Pejabat Baru Selama Masa Pilkada

Ilustrasi kepala daerah. Istimewa

Kepala Daerah Dilarang Lantik Pejabat Baru Selama Masa Pilkada

Achmad Zulfikar Fazli • 3 September 2024 16:30

Jakarta: Kepala daerah ditegaskan dilarang melantik pejabat baru selama masa Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024, kecuali ada persetujuan dari Menteri Dalam Negeri. Hal ini tercantum dalam Pasal 71 ayat (2) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.

Hal ini disampaikan pengamat politik dari Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) Johanes Romeo merespons rotasi pejabat daerah yang diduga dilakukan Carol Senduk selaku Wali Kota Tomohon, Sulawesi Utara, yang kembali mencalonkan diri di Pilkada Tomohon 2024.

"Caroll diduga telah melanggar Pasal 71 ayat (2) UU No 10 Tahun 2016 tentang Pilkada. Yang melarang kepala daerah, termasuk wali kota, melakukan rolling jabatan dalam waktu enam bulan sebelum penetapan pasangan calon, kecuali dengan izin tertulis dari Menteri Dalam Negeri (Mendagri)," kata Johanes dalam keterangan tertulis, Selasa, 3 September 2024.

Johanes mengungkapkan Caroll diduga melakukan pergantian pejabat pada 22 Maret 2024 tanpa mengantongi izin dari Mendagri. Kemudian, Mendagri Tito Karnavian melalui surat nomor 100.2.1.3/1575/SJ tertanggal 29 Maret 2024, menguatkan larangan tersebut dan memperjelas kewenangan kepala daerah terkait kepegawaian menjelang Pilkada 2024. 

Di tengah isu tersebut, Caroll tetap mendaftarkan diri sebagai calon wali kota yang diusung PDIP dan Gerindra. Caroll akan berpasangan dengan Sendy Rumajar

Johannes mengatakan meskipun Mendagri telah menganulir atau membatalkan pelantikan pejabat di waktu terlarang itu, namun penyelenggara Pilkada seharusnya tidak boleh mengakomodasi pencalonan petahana tersebut.

"Pendaftaran ini berlangsung meskipun, ia menghadapi dugaan pelanggaran Undang-Undang Pilkada yang dapat memengaruhi pencalonannya," ucap dia.
 

Baca Juga: 

Kejagung Tunda Proses Hukum Calon Kepala Daerah 2024


Kepala daerah atau penjabat kepala daerah yang melakukan mutasi atau penggantian pejabat dapat menjelang Pilkada bisa dikenai sanksi pidana. Hal ini sebagaimana diatur dalam UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.

Larangan mutasi ini berlaku enam bulan terhitung sebelum penetapan pasangan calon kepala daerah oleh KPU RI. "Pejabat yang melanggar ketentuan Pasal 71 ayat (2) atau Pasal 162 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling singkat satu bulan atau paling lama enam bulan dan/atau denda paling sedikit Rp600 ratus ribu atau paling banyak Rp6 juta," demikian bunyi Pasal 190 UU Pilkada.  

Pada Pasal 71 ayat (2), UU Pilkada mengatur kepala daerah tidak boleh mengganti pejabat enam bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai akhir masa jabatannya, kecuali mendapatkan persetujuan tertulis dari menteri. 

Dalam hal ini, menteri yang dimaksud adalah Menteri Dalam Negeri. Sementara itu, pada Pasal 162 ayat (3), ditegaskan kepala daerah yang ingin melakukan mutasi atau penggantian pejabat dalam kurun waktu tersebut harus memperoleh persetujuan tertulis dari menteri. 

Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) juga sudah menegaskan kepala daerah dilarang mengganti pejabat menjelang Pilkada 2024, terhitung sejak 22 Maret 2024.

"Dalam rangka pencegahan pelanggaran dan sengketa proses serta memastikan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Wali Kota dan Wakil Wali Kota Tahun 2024, yang demokratis dan berintegritas, demi menjamin konsistensi kepastian hukum, serta proses penyelenggaraan pemilihan yang efektif dan efisien," kata Ketua Bawaslu Rahmat Bagja dalam keterangan tertulis, Minggu, 7 April 2024.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Achmad Zulfikar Fazli)