Ilustrasi, penghitungan anggaran negara. Foto: dok Kemenkeu.
Insi Nantika Jelita • 30 January 2025 14:46
Jakarta: Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Riza Annisa Pujarama berpandangan program prioritas Presiden Prabowo Subianto, Makan Bergizi Gratis (MBG), akan semakin memberatkan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN).
Pembiayaan MBG yang dialokasikan sebesar Rp71 triliun dari anggaran pendidikan diperkirakan tidak cukup hingga akhir tahun ini. Riza menuturkan dari perhitungan Indef, pemerintah membutuhkan Rp215,54 triliun untuk menyalurkan ke 82,9 juta penerima manfaat MBG dengan biaya paket nasi per Rp10 ribu. Sementara, APBN di 2025 membutuhkan pembiayaan yang amat besar karena uang jatuh tempo dan bunga yang tinggi mencapai Rp1.353 triliun.
"Program
MBG itu perlu ada tambahan dari APBN yang sudah ketat di 2025. Kita ketahui kebutuhan pemerintah di tahun ini bukan hanya MBG saja," ungkap Riza dalam dikusi publik Indef '100 Hari Astacita Ekonomi, Memuaskan?' secara daring, dikutip Kamis, 30 Januari 2025.
Riza menyampaikan perkiraan kebutuhan anggaran MBG yang sebesar Rp215,54 triliun di tahun ini lebih besar dibandingkan alokasi belanja modal pemerintah pusat berdasarkan rancangan APBN 2025 yang senilai Rp190,64 triliun atau setara 7,08 persen dari total anggaran belanja yang mencapai Rp2.693 triliun.
"Angka sekitar Rp215 triliun ini tentu sangat besar untuk APBN, bahkan lebih besar dari belanja modal negara. Jadi, fiskal kita ini sudah sangat ketat untuk menambahkan anggaran," sebut dia.
(Ilustrasi program makan bergizi gratis. Foto: MGN/Husni Nursyaf)
Tarik utang biayai MBG
Dengan anggaran MBG yang membengkak, dianggap menjadi tantangan amat besar bagi pemerintahan Prabowo Subianto. Pasalnya, penerimaan perpajakan negara masih amat terbatas dengan rasio penerimaan pajak terhadap produk domestik bruto (PDB) stagnan di level 9 persen sampai 10 persen.
Riza pun menduga pemerintah bakal menambah
utang negara untuk membiayai program MBG.
"Ya kalau opsi gampangnya gitu yaudah utang saja. Tapi, itu bakal berdampak juga ke kemampuan fiskal pemerintah ke depannya. Bisa jadi nanti ujung-ujungnya adalah peningkatan tarif pajak lagi gitu," tutur dia.