Ilustrasi. Media Indonesia.
Yakub Pryatama Wijayaatmaja • 22 December 2024 08:49
Jakarta: Anggota Komisi XI DPR Wihadi Wiyanto menyebut kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen merupakan keputusan Undang-Undang (UU) Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Payung hukum itu merupakan produk Legislatif periode 2019-2024 dan diinisiasi oleh partai penguasa kala itu, PDI Perjuangan (PDIP).
"Kenaikan PPN 12 persen, itu adalah merupakan keputusan Undang-Undang (UU) Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) dan menjadi 11 persen tahun 2022 dan 12 persen hingga 2025, dan itu diinisiasi oleh PDI Perjuangan," ujar Wihadi dalam keterangannya, Minggu, 22 Desember 2024.
Legislator Fraksi Gerindra itu menilai sikap PDIP terhadap kenaikan PPN sekarang bertolak belakang ketika membentuk UU HPP tersebut. Ia mengatakan panitia kerja (panja) pembahasan kenaikan PPN yang tertuang dalam UU HPP juga dipimpin langsung partai berlambang banteng.
"Kemudian kalau sekarang pihak PDIP sekarang meminta ditunda ini adalah merupakan sesuatu hal yang menyudutkan pemerintah Prabowo (Presiden Prabowo Subianto)," tegas Wihadi.
Ia menegaskan Presiden Prabowo justru sebenarnya sudah 'mengulik' kebijakan itu agar tidak berdampak pada masyarakat menengah ke bawah. Salah satunya, dengan menerapkan kenaikan PPN terhadap barang-barang mewah.
"Sehingga pemikiran Pak Prabowo ini bahwa kalangan menengah bawah itu tetap terjaga daya belinya dan tidak menimbulkan gejolak ekonomi, ini adalah merupakan langkah bijaksana dari Pak Prabowo," ujar pimpinan Badan Anggaran (Banggar) DPR itu.
Baca juga: Menteri UMKM Jamin UMKM Tidak Terdampak PPN 12% |