Pembukaan Sosialisasi Pengawasan Partisipatif kepada Stakeholder dalam Pilkada Serentak 2024 di Jawa Tengah yang digelar di Solo, Sabtu, 9 November 2024. Metrotvnews.com/ Triawati
Triawati Prihatsari • 10 November 2024 10:34
Solo: Wakil Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Bima Arya, mengingatkan sanksi tegas menunggu bagi aparatur sipil negara (ASN), kepala desa (kades) dan perangkat desa yang terbukti tidak netral dalam Pilkada 2024.
Hal itu diungkapkannya saat menghadiri Sosialisasi Pengawasan Partisipatif kepada Stakeholder dalam Pilkada Serentak 2024 di Jawa Tengah yang digelar di Solo.
"Sanksi paling ringan berupa sanksi administrasi, teguran, non aktif, hingga pemberhentian," kata Bima Arya di Solo, Sabtu, 9 November 2024.
Kendati demikian, sampai saat ini Bima mengakui belum ada penerapan sanksi berat bagi ASN, kades, dan perangkat desa dengan pelanggaran netralitas.
"Belum, tadi hasil pembicaraan dengan Bawaslu, belum ada temuan pelanggaran berat. Paling teguran administratif, karena banyak yang samar. Jadi netralitas ini perlu pembuktian, pembuktian ini penting," jelasnya.
Sementara Ketua Bawaslu RI, Rahmat Bagja, menyebut sebanyak 55 kasus dugaan pelanggaran netralitas kades dan perangkat desa sudah ditangani oleh Bawaslu Jateng, dan Bawaslu Kabupaten/kota di Jawa Tengah. Dengan angka tersebut, Jateng masuk dalam kategori lima provinsi terawan dalam masa kampanye Pilkada 2024 ini.
Ia menambahkan berdasarkan angka kasus tersebut, pihaknya melakukan antisipasi dengan menggelar sosialisasi pengawasan partisipatif.
"Ada 55 kasus dugaan netralitas kades yang sedang ditangani Bawaslu Kabupaten/kota dan Provinsi seluruh Jateng. Untuk itulah sosialisasi pengawasan partisipatif ini dilakukan untuk melakukan mitigasi terhadap adanya indikasi meningkatnya dugaan pelanggaran netralitas Kades," bebernya.
Dia menhelaskan meski bukan angka kasus tertinggi di Indonesia, namun Jateng masuk kategori tinggi dan meningkat dibandingkan Pilpres 2024. Dari 55 kasus, sebanyak 37 kasus sudah dilanjutkan ke Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
"Tindaklanjut sudah ada, sudah ada rekomendasi ke pelanggaran hukum lainnya, yang di rekomendasikan kepada Kemendagri yang diteruskan kepada Kepala Daerah. 37 kasus lanjut ke Mendagri, sisanya masih dalam ada proses, ada yang dihentikan juga karena tidak cukup alat bukti maupun tidak terbukti," ujarnya.