Jadi Negara Maju, Teten: UMKM Tidak Bisa Lagi Menjadi Buffer Ekonomi

Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki. Foto: Dokumen Kemenkop UKM

Jadi Negara Maju, Teten: UMKM Tidak Bisa Lagi Menjadi Buffer Ekonomi

M Ilham Ramadhan Avisena • 12 October 2024 11:50

Jakarta: Sektor usaha dinilai mesti dijadikan struktur penting dalam perekonomian nasional, khususnya Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).

"Kalau dalam konteks kita menjadi negara maju, maka kita tidak bisa lagi memperlakukan UMKM hanya sebagai buffer ekonomi, tapi harus menjadi bagian desain, bagian pertumbuhan ekonomi," ujar Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki dalam Kompas 100 CEO Forum yang disaksikan secara daring, dilansir Media Indonesia, Sabtu, 12 Oktober 2024.

Indonesia, lanjutnya, telah masuk dalam kategori kelas menengah selama 30 tahun. Itu terlampau lama dan diperlukan terobosan nyata dalam struktur perekonomian dalam negeri.

Teten mengatakan, tanpa perubahan signifikan, Indonesia berpeluang besar tetap dengan status kelas menengah. 

"Kalau kita tidak punya perencanaan dan eksekusi yang baik, kita gagal. Jadi kalau kita tidak bisa mengubah, menyediakan lapangan kerja berkualitas, saya yakin kita gagal jadi negara maju," jelas dia.
 

Baca juga: 

Menkop Teten Masduki Khawatir Aplikasi Temu Hancurkan UMKM di Indonesia




Ilustrasi UMKM. Foto: Dokumen Pertamina

Indonesia juga dinilai mesti mengikuti apa yang diterapkan oleh banyak negara, yakni menjadikan UMKM sebagai pemain utama dalam struktur perekonomian. 

Pembiayaan lembaga keuangan ke UMKM di Korea, misalnya, telah mencapai 80 persen sementara Indonesia baru berkisar 20 persen.

Di Tiongkok, kata Teten, dukungan kepada UMKM diberikan dengan menghadirkan 200 pabrik skala menengah untuk produksi. 

Sedangkan Indonesia baru mampu menyediakan sekitar 15 pabrik skala menengah. 

Sejatinya Indonesia saat ini memiliki momentum untuk mengembangkan UMKM dalam negeri. Itu karena sektor industri pengolahan mengalami pelambatan dalam beberapa waktu terakhir. 

"Dari sisi UMKM, kita harus intervensi, teknologi, pembiayaan kita reform supaya kita bisa melahirkan UMK yang sustain, itu jauh lebih konkret ciptakan lapangan kerja yang berkualitas," ucap dia.

"Karena kalau mau ulangi seperti 80-90an, relokasi pabrik padat karya, sudah tidak relevan karena sudah ada smart factory, IoT yang sangat minimum membutuhkan tenaga kerja. dari sisi produksi, efisiensi bagus, tapi dari lapangan kerja kurang bagus," imbuh dia.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Annisa Ayu)