Hizbullah dan Israel Sepakati Gencatan Senjata di Lebanon

Kelompok Hizbullah sepakati gencatan senjata dengan Israel akhiri perang di Lebanon. Foto: EFE-EPA

Hizbullah dan Israel Sepakati Gencatan Senjata di Lebanon

Fajar Nugraha • 27 November 2024 05:57

Beirut: Kabinet keamanan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu telah menyetujui kesepakatan gencatan senjata dengan Hizbullah. Hal ini yang menandai perkembangan besar menuju perdamaian antara Israel dan pejuang Hizbullah yang didukung Iran.

Langkah tersebut langsung disambut baik oleh Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden, yang mengatakan bahwa hal itu merupakan awal yang baru bagi Lebanon dan menunjukkan bahwa perdamaian mungkin terjadi setelah hampir 14 bulan pertempuran lintas batas yang memaksa puluhan ribu warga Israel melarikan diri dan menewaskan ribuan warga Lebanon.

Kantor Netanyahu mengatakan bahwa rencana tersebut disetujui dengan selisih suara 10-1. Sebelumnya, Netanyahu membela perjanjian gencatan senjata tersebut saat ia merekomendasikan kabinet keamanannya untuk mengadopsi rencana tersebut, dan bersumpah untuk menyerang Hizbullah dengan keras jika melanggar kesepakatan yang diharapkan.

Beberapa jam menjelang pertemuan tersebut, Israel melancarkan gelombang serangan paling gencarnya di Beirut dan pinggiran selatannya serta mengeluarkan peringatan evakuasi dalam jumlah yang sangat banyak.

Dalam pidato yang disiarkan di televisi, Netanyahu tidak mengatakan berapa lama gencatan senjata akan berlangsung, tetapi mencatat bahwa lamanya gencatan senjata "bergantung pada apa yang terjadi di Lebanon."

"Jika Hizbullah melanggar perjanjian dan berupaya mempersenjatai kembali, kami akan menyerang. Jika mereka mencoba memperbarui aktivitas teror di dekat perbatasan, kami akan menyerang. Jika mereka meluncurkan roket, menggali terowongan, atau membawa truk berisi rudal, kami akan menyerang,” ucap Netanyahu, seperti dikutip Radio Free Europe, Rabu 27 November 2024.

Gencatan senjata akan menandai langkah besar pertama untuk mengakhiri kekerasan yang dipicu oleh serangan terhadap Israel pada 7 Oktober 2023 oleh Hamas, yang ditetapkan sebagai organisasi teroris oleh Amerika Serikat dan Uni Eropa.

Biden mengatakan bahwa, berdasarkan kesepakatan yang dicapai antara Israel dan Hizbullah, gencatan senjata akan berlaku pada pukul 4 pagi waktu setempat pada 27 November. Ia menekankan bahwa Israel berhak untuk melanjutkan operasi di Lebanon jika Hizbullah melanggar ketentuan gencatan senjata.

"Ini dirancang untuk menjadi penghentian permusuhan secara permanen," kata Biden di Gedung Putih tak lama setelah Netanyahu mengumumkan persetujuan kabinet keamanan atas gencatan senjata.

Biden menambahkan, jika ada pihak yang melanggar ketentuan kesepakatan, "Israel tetap memiliki hak untuk membela diri."

Ia mengatakan bahwa selama 60 hari ke depan warga sipil di kedua belah pihak akan dapat kembali dengan aman ke komunitas mereka sendiri. Kesepakatan itu mengharuskan pasukan Israel untuk mundur dari Lebanon selatan dan tentara Lebanon untuk dikerahkan di wilayah tersebut, sementara Hizbullah akan mengakhiri kehadiran bersenjatanya di sepanjang perbatasan selatan Sungai Litani.

Perdana Menteri Lebanon Najib Mikati menyambut baik gencatan senjata tersebut dan mengatakan itu adalah "langkah mendasar menuju terciptanya ketenangan dan stabilitas di Lebanon."

Gencatan senjata tidak membahas perang di Gaza, tetapi Biden mengatakan bahwa gencatan senjata juga layak untuk dilakukan.

Fokus ke Hamas

Netanyahu mengatakan, Israel sekarang akan memfokuskan upayanya pada pejuang Hamas dan kekhawatiran keamanan utamanya, Iran.

"Sejak hari kedua perang, Hamas mengandalkan Hizbullah untuk bertempur di sisinya. Dengan tersingkirnya Hizbullah, Hamas akan sendirian," kata Netanyahu.

"Kami akan meningkatkan tekanan pada Hamas dan itu akan membantu kami dalam misi suci kami untuk membebaskan sandera,” seloroh Netanyahu.

Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken mengatakan sebelumnya bahwa gencatan senjata akan menyelamatkan nyawa dan mata pencaharian di Lebanon dan Israel.

"Itu akan membuat perbedaan besar dalam menciptakan kondisi yang akan memungkinkan orang untuk kembali ke rumah mereka dengan aman di Israel utara dan Lebanon selatan," kata Blinken dalam sebuah pengarahan di akhir pertemuan menteri luar negeri Kelompok Tujuh di Fiuggi, Italia.

Ia mengatakan ia juga percaya bahwa meredakan ketegangan dapat membantu mengakhiri konflik di Gaza dengan memberi tahu Hamas bahwa mereka tidak dapat mengandalkan front lain yang terbuka dalam perang.

"Dalam hal Gaza sendiri, saya juga berpikir ini dapat memiliki dampak yang signifikan. Karena salah satu hal yang Hamas cari sejak hari pertama adalah melibatkan orang lain dalam pertempuran, menciptakan banyak front, untuk memastikan bahwa Israel harus berperang dalam serangkaian pertempuran. dari berbagai tempat,” kata Blinken.

Perang tersebut telah menewaskan sedikitnya 3.799 orang di Lebanon sejak Oktober 2023, menurut Kementerian Kesehatan Lebanon.

Di pihak Israel, permusuhan tersebut telah menewaskan sedikitnya 82 tentara dan 47 warga sipil, kata pihak berwenang.

Perang di Lebanon meningkat setelah hampir setahun terjadi pertukaran tembakan lintas batas terbatas yang diprakarsai oleh Hizbullah.

Kelompok Lebanon tersebut mengatakan bahwa mereka bertindak untuk mendukung Hamas setelah serangannya pada 7 Oktober 2023 terhadap Israel, yang memicu perang di Gaza.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Fajar Nugraha)