Ilustrasi, boikot produk Israel. Foto: Pexels.
Husen Miftahudin • 11 November 2024 12:57
Jakarta: Sejumlah ulama dan delegasi pesantren se-Jawa dan Madura baru-baru ini membahas polemik gerakan boikot produk yang dituduh pro-Israel yang berkembang di masyarakat. Gerakan ini awalnya dipicu oleh tindakan beberapa pihak yang mengaitkan waralaba tertentu dan dukungan terhadap tindakan genosida Israel terhadap Palestina.
Polemik tersebut menjadi salah satu topik yang diangkat dalam Bahtsul Masa'il, forum diskusi antarahli keilmuan Islam, yang diselenggarakan di Pondok Buntet Pesantren Cirebon, pada 31 Oktober 2024, sebagai bagian dari peringatan Hari Santri Nasional 2024.
Gerakan boikot tersebut telah berjalan lebih dari setahun. Dampaknya, kini mulai dirasakan masyarakat, terutama karyawan lokal yang bekerja di gerai-gerai waralaba tersebut.
Salah satu perusahaan yang terdampak adalah PT Rekso Nasional Food, pemegang waralaba McDonald's di Indonesia. Brand McDonald's erat dikaitkan dengan pemboikotan akibat pemberitaan dukungan salah satu waralabanya ke tentara Israel.
Dalam forum Bahtsul Masa'il tersebut, para ulama melakukan pembahasan mendalam dengan berlandaskan pada kajian hukum syariat Islam (fikih) yang hasilnya diharapkan dapat memberikan kejelasan atas polemik yang berkembang di masyarakat dan menjadi rujukan umat muslim.

(Ilustrasi restoran cepat saji McDonald's. Foto: Istimewa)
Hukum memboikot produk
Ketua penyelenggara Bahtsul Masa'il Se-Jawa Madura, Abbas Fahim mengungkapkan dalam pembahasan di forum para ulama menyepakati bahwa pada dasarnya, hukum memboikot produk tertentu sebagai aksi protes atas ketidakadilan diperbolehkan dalam syariat, asalkan memenuhi dua ketentuan utama.
Pertama, produk yang diboikot harus memiliki keterkaitan yang jelas dan dapat dibuktikan dengan pihak yang melakukan kezaliman. Kedua, gerakan boikot tidak boleh menimbulkan dampak negatif yang signifikan bagi pihak lain, seperti
PHK massal tanpa solusi yang memadai.
"Dalam kasus ini, informasi yang beredar di media sosial mengenai afiliasi McDonald's Indonesia dengan tindakan genosida di Israel belum cukup kuat dan valid untuk dijadikan dasar aksi boikot," kata Abbas dikutip dari keterangan tertulis, Senin, 11 November 2024.
Oleh karena itu, hasil Bahtsul Masa'il menyimpulkan pemboikotan McDonald's Indonesia tidak memiliki landasan syariat yang memadai dan kegiatan muamalah atau jual beli dengan perusahaan tersebut tetap diperbolehkan.
Forum telah mempelajari data dan informasi mengenai PT Rekso Nasional Food, termasuk dampak yang dirasakan perusahaan dari gerakan boikot.
Forum juga mengimbau masyarakat untuk lebih cermat dan selektif dalam menyikapi informasi yang beredar terkait daftar produk yang diboikot, agar tindakan ini tidak merugikan masyarakat Indonesia sendiri.
Dilakukan melalui kebijakan pemerintah
Di samping itu, forum menyarankan agar keputusan terkait boikot produk dilakukan melalui kebijakan pemerintah, mengingat dampaknya yang luas dan menyangkut
kepentingan publik.
"Seperti yang diungkapkan Syaikh Dr. Ali Jum'ah, boikot merupakan wewenang pemerintah, bukan keputusan individu," tambah Abbas menegaskan.
Diketahui, Syaikh Dr. Ali Jum'ah merupakan sosok intelektual Islam dan merupakan Mufti Besar Mesir periode 2003-2013. Istilah Mufti Besar merujuk pada orang yang diberi wewenang untuk menghasilkan fatwa dengan cara ijtihad (upaya menggali suatu hukum).
Adapun Forum Bahtsul Masa'il merupakan sebuah tradisi bagi kalangan pesantren Nahdlatul Ulama untuk mengupas secara mendalam polemik yang terjadi di masyarakat berdasarkan sudut pandang syariat Islam.