Ilustrasi. Medcom.id
Tri Subarkah • 12 April 2024 21:27
Jakarta: TNI diminta menerapkan hukum humaniter dalam menindak Organisasi Papua Merdeka (OPM). Hal ini untuk menghindari potensi pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat setelah TNI mengganti istilah kelompok kriminal bersenjata (KKB) menjadi OPM.
Peneliti isu Papua dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Cahyo Pamungkas, menjelaskan dalam hukum humaniter, TNI maupun kombatan OPM harus melindungi warga sipil. Pembunuhan, penyiksaan, maupun pemerkosaan yang dilakukan terhadap warga sipil adalah bentuk pelanggaran HAM berat.
"Saya meragukan apakah mereka (OPM) bisa membedakan warga sipil dan TNI, begitupun TNI untuk membedakan kombatan dan nonkombatan. Artinya kedua belah pihak sebetulnya diragukan," kata Cahyo kepada Media Indonesia, Jumat, 12 April 2024.
Menurut dia, konsekuensi pengubahan penyebutan dari KKB menjadi OPM terletak pada pendekatan operasi di Papua. Jika operasi penegakan hukum dilakukan untuk menghadapi KKB menjadi tanggung jawab Polri, operasi militer yang bakal diterapkan untuk menghadapi OPM meletakkan TNI sebagai ujung tombak.
Cahyo mengingatkan keharusan menerapkan hukum humaniter dalam operasi militer yang bakal dilakukan TNI di Papua setelah menyebut KKB sebagai OPM. Artinya, pembunuhan, penyiksaan, bahkan penangkapan terhadap warga sipil tidak boleh lagi dilakukan, termasuk terhadap kombatan yang sudah menyerah.
"Masalahnya, Indonesia belum meratifikasi Protokol II Konvensi Jenewa Tahun 1977 yang memungkinkan operasi militer terkait konflik bersenjata dengan kelompok internal yang ada di dalam negara," jelas Cahyo.
Baca Juga:
TNI: Penyebutan OPM Tegaskan Kombatan Berhak Jadi Korban |