Kawasan Fakultas Kedokteran Undip, Semarang, Jawa Tengah.
Media Indonesia • 6 September 2024 08:48
Semarang: Kuasa hukum keluarga mendiang dokter Aulia Risma Lestari, mahasiswi Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi Universitas Diponegoro (Undip)
Semarang Misyal Achmad meyakini bahwa almarhumah tidak melakukan bunuh diri.
Kasus kematian dokter Aulia Risma Lestari, mahasiswi PPDS Anestesi Undip Semarang terus bergulir, kepolisian masih berupaya keras mengungkap kasus tersebut setelah mendapatkan laporan dari keluarga almarhum dengan memeriksa belasan saksi dan mengumpulkan barang bukti.
"Sudah ada 11 saksi yang telah diperiksa selama dua hari ini, terdiri dari ibu korban, teman-teman satu angkatan korban hingga saksi dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes)," kata Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Polda Jawa Tengah Kombes Johanson Simamora.
Penyelidikan terhadap kasus tersebut semakin dipertajam, setelah Nuzmatun Malinah,57, ibunda mendiang dokter Aulia Risma membuat laporan ke Polda Jawa Tengah atas dugaan tindak pidana perbuatan tindak menyenangkan, penghinaan dan pemerasan yang mencakup empat pasal terdiri pasal 310,311,335,368 KUHP.
Sementara itu Misyal Achmad, kuasa hukum keluarga mendiang dokter Aulia Risma usai mendampingi pemeriksaan terhadap ibunda almarhum di Polda Jawa Tengah meyakini bahwa kematian dokter asal Tegal tersebut tidak karena bunuh diri, karena di kamar korban ditemukan dua obat roculax yakni obat menghilangkan rasa sakit dan satu obat lainnya untuk melemaskan tubuh secara keseluruhan.
"Obat jenis kedua ini memang yang bisa menyebabkan kematian, tetapi obat itu masih utuh, artinya korban menggunakan obat yang pertama yakni obat penghilang rasa sakit" ujar Misyal Achmad.
Penggunaan obat roculax oleh korban, menurut Misyal Achmad, karena alami saraf terjepit selepas jatuh dari selokan hingga dioperasi sebanyak dua kali untuk peredam rasa sakit yang dialami korban, selain juga mengalami kelelahan luar biasa ketika menempuh PPDS Undip dan sedang praktik di RSUP Kariadi Semarang.
Korban sangat kelelahan, karena setiap hari harus melayani para seniornya mulai dari mengangkat galon, menyiapkan ruang operasi, menyiapkan makan untuk seniornya yang sampai 80 boks dengan menu yang berbeda-beda dan kerja dari pukul 03.00 WIB sampai besoknya pukul 01.30 dini hari. "Dunia militer saja tidak seperti itu," tambahnya.
Juru bicara Undip Sugeng Ibrahim mengatakan bahwa Undip dari awal kasus ini bergulir terbuka semua dan mendorong siapapun yang dipanggil kepolisian untuk datang dan memberikan keterangan sejelas-jelasnya kepada penyidik, termasuk masalah iuran yang selama ini disebutkan sebagai pemalakan.
Sugeng Ibrahim juga menerangkan diksi yang berbeda antara pemalakan dan iuran yang dilontarkan Kemenkes dan Undip, sehingga ini perlu diluruskan sehingga menyangkut itu perlu ditelusuri kebenarannya dan Undip tidak bertanggung jawab atas pungutan tidak resmi karena pengumpulan uang itu di luar aturan soal iuran yang mereka tetapkan sebesar Rp300 ribu per bulan.
"Kita terbuka semua, bahkan kemarin siapapun yang dipanggil kepolisian datang semua untuk memberikan keterangan sebenar-benarnya," kata Sugeng Ibrahim.
Tentang kematian dokter Aulia Risma Lestari, menurut Sugeng Ibrahim, semua diserahkan kepada hasil penyelidikan kepolisian, karena ada dua perbedaan yakni Kementerian Kesehatan menyebut bunuh diri dan pengacara keluarga menyebut tidak bunuh diri, namun apapun yang terjadi sebenarnya penyelidikan diserahkan sepenuhnya kepada polisi