Fakta Baru, Sebelum Meninggal Alfin Ternyata Dikeroyok Pesilat di 2 TKP Berbeda

Konferensi pers di Mapolres Malang, Jumat 13 September 2024. MTVN/Daviq Umar Al Faruq

Fakta Baru, Sebelum Meninggal Alfin Ternyata Dikeroyok Pesilat di 2 TKP Berbeda

Daviq Umar Al Faruq • 13 September 2024 15:26

Malang: Alfin Syafiq Ananta atau ASA, 17, dinyatakan meninggal dunia pada Kamis pagi, 12 September 2024, usai dikeroyok oleh sejumlah oknum pesilat Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT). Remaja asal Desa Kepuharjo, Kecamatan Karangploso, Kabupaten Malang, Jawa Timur, itu ternyata dianiaya di dua tempat kejadian perkara (TKP) berbeda sebelum menghembuskan nafas terakhirnya.

Wakapolres Malang, Kompol Imam Mustolih, mengatakan, TKP pertama yaitu di jalan raya daerah Sumbernyolo, Desa Ngenep, Kecamatan Karangploso, Kabupaten Malang, pada Rabu 4 September 2024, sekitar pukul 22.15 WIB. TKP kedua di Petren Ngijo, Dusun Kedawung, Desa Ngijo, Kecamatan Karangploso, Kabupaten Malang, pada Jumat 6 September 2024, sekitar pukul 20.30 WIB.

"Peristiwa ini dilaporkan ke Polres Malang pada 7 September 2024, terkait penganiayaan terhadap anak di bawah umur dan/atau pengeroyokan. Kemudian atas laporan tersebut, jajaran Satreskrim  Polres Malang menindaklanjuti dan melakukan penyelidikan secara cepat," katanya, Jumat 13 September 2024.

Sementara itu, Kasatreskrim Polres Malang, AKP Muchammad Nur, mengatakan, peristiwa ini bermula saat korban mengunggah sebuah foto di status WhatsApp (WA) pribadinya pada Agustus 2024 lalu. Dalam foto itu terdapat gambar korban yang mengenakan atribut dengan logo perguruan silat PSHT.

"Setelah itu salah satu pelaku menanyakan kepada korban. Maksudnya apa seperti itu update status. Akhirnya korban dan tersangka bertemu di salah satu rumah tersangka. Ditanyain maksud dan tujuannya apa mengupdate status WA, karena korban itu bukan dari anggota perguruan silat," jelasnya.
 

Baca: 10 Pesilat PSHT Ditetapkan Tersangka Pengeroyokan di Malang, 6 Masih Anak-Anak

Setelah bertemu, korban diminta untuk membuat video klarifikasi. Selanjutnya korban dibawa ke TKP pertama dan dianiaya secara bersama-sama oleh para pelaku.
"Yang di TKP pertama itu pelaku dewasa dua dan anak-anak tiga. Itu yang menganiaya korban saat TKP pertama," ujarnya.

Selang beberapa hari, korban kembali diajak bertemu oleh para pelaku di TKP kedua yang merupakan lapangan tempat latihan perguruan silat PSHT. Di lokasi ini, lagi-lagi korban dihajar oleh para pelaku.

"Korban dipukuli oleh salah satu pelaku terlebih dahulu dengan sandal awalnya. Setelah itu beberapa pelaku lain juga ikut untuk melakukan penganiayaan bersama-sama. Ketika di TKP kedua itu pelaku dewasa dua dan anak-anak enam. Ada beberapa anak-anak di TKP pertama yang ikut kembali untuk menganiaya di TKP kedua," jelasnya.

Nur mengaku, aksi di TKP kedua ini terjadi lantaran para pelaku masih belum puas menganiaya korban di TKP pertama. Selama dikeroyok oleh pelaku, korban sama sekali tidak memberikan perlawanan karena kalah jumlah.

"Pada TKP pertama itu  orang tua korban tidak tahu. Mungkin ya namanya anak laki-laki ya tidak lapor ke orang tua. Dan yang kedua ini memang lebih parah makanya dan orang tuanya melaporkan kepada pihak kepolisian," urainya.

Sebagai informasi, 10 orang yang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus tindak pidana penganiayaan terhadap anak di bawah umur dan/atau pengeroyokan ini. Diantaranya empat orang tersangka dewasa dan enam orang tersangka anak di bawah umur.

Atas perbuatannya, seluruh tersangka bakal dikenakan pasal Pasal 80 Ayat (3) juncto Pasal 76C Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan/atau Pasal 170 ayat (2) ke-3 KUHP. Mereka diancam dengan pidana penjara paling lama 15 tahun dan/atau denda paling banyak Rp3 miliar.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Whisnu M)