Ilustrasi. Foto: Dok MI
Jakarta: Indeks Kepercayaan Industri (IKI) bulan Maret 2025 mencatat angka 52,98, menunjukkan industri manufaktur Indonesia masih berada di level ekspansi. Meskipun demikian, angka ini mengalami perlambatan dibandingkan Februari 2025 dan Maret tahun lalu.
Perlambatan ini disebabkan oleh beberapa faktor, termasuk libur Lebaran yang biasanya mengakibatkan penurunan produksi. Selain itu, penjualan produk makanan dan minuman serta tekstil dan produk tekstil (TPT) mengalami penurunan menjelang dan setelah Lebaran.
"Perlambatan IKI pada Maret ini salah satunya karena adanya libur Lebaran, yang biasanya produksi ikut mengalami penurunan. Perusahaan meningkatkan produksinya dua atau tiga bulan sebelum Ramadan dan Lebaran untuk dapat memenuhi peningkatan permintaan bulan Ramadan hingga Lebaran. Kami juga mendapatkan laporan penurunan penjualan produk makanan dan minuman serta tekstil dan produk tekstil (TPT) beberapa hari menjelang Lebaran dan liburan setelah Lebaran," kata Juru Bicara Kemenperin, Febri Hendri Antoni Arief, Melansir keterangan tertulis Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Jumat, 28 Maret 2025.
Meskipun mengalami perlambatan, industri manufaktur Indonesia masih menunjukkan optimisme. Hal ini terlihat dari ekspansi pada seluruh variabel pembentuk IKI, yaitu pesanan baru, produksi, dan persediaan.
"Variabel pesanan baru tetap ekspansi meskipun mengalami perlambatan sebesar 0,88 poin dibandingkan bulan sebelumnya menjadi 53,69," ungkap Febri.
Di sisi lain, variabel produksi mengalami peningkatan ekspansi sebesar 0,66 poin dibandingkan bulan sebelumnya menjadi 51,21. Demikian juga dengan persediaan yang tetap ekspansi dengan peningkatan sebesar 0,34 poin dibanding bulan lalu menjadi 53,86.
(Ilustrasi industri manufaktur. Foto: Dok Kemenperin)
Produksi dan persediaan meningkat
Peningkatan produksi dan persediaan menunjukkan geliat ekonomi penyerapan produk industri manufaktur di dalam negeri yang cukup tinggi di bulan Maret 2025. "Momentum bulan Ramadan dan persiapan Hari Raya merupakan salah satu pemicu peningkatan kinerja industri manufaktur karena meningkatkan
demand domestik produk manufaktur," papar Febri.
Namun, Febri juga mengingatkan daya angkat industri manufaktur terhambat oleh tekanan banjir produk impor murah. "Meskipun demikian, Kementerian Perindustrian tetap berupaya melindungi industri dalam negeri melalui penerapan kebijakan SNI dan TKDN. Selain itu, untuk menekan impor, Kementerian Perindustrian melakukan relaksasi peraturan Impor dan menyusun
non-tariff measure," tegas Febri.
Febri juga menegaskan pentingnya pasar domestik bagi kinerja industri manufaktur. Sebagian besar produk manufaktur Indonesia (80 persen) dijual di pasar domestik, dan sisanya 20 persen diekspor.
Demand domestik menentukan kinerja manufaktur. Ketika
demand domestik naik, maka kinerja manufaktur juga ikut naik. Sebaliknya, ketika
demand domestik menurun dan penuh tekanan, maka kinerja manufaktur juga akan menurun.
Penyerapan tenaga kerja
Industri manufaktur Indonesia juga merupakan sektor yang menyerap tenaga kerja paling besar. Sampai 2024, terdapat 19 juta tenaga kerja yang bekerja di manufaktur. Kinerja manufaktur yang baik akan berdampak positif pada pendapatan 19 juta rakyat Indonesia yang bekerja di sektor ini.
Di sisi lain, perang dagang antar produsen manufaktur dunia merupakan potensi tantangan manufaktur ke depan yang harus diwaspadai. Hal ini dapat berimbas pada masuknya produk manufaktur asing ke dalam negeri akibat tidak dapat masuknya produk tersebut ke pasar Amerika Serikat.
"Melindungi industri dalam negeri berarti melindungi 19 juta rakyat Indonesia yang bekerja pada industri dalam negeri," tegas Febri.
Kemenperin terus berupaya melindungi industri dalam negeri dari gempuran produk impor. Kebijakan ini bertujuan untuk melindungi 19 juta rakyat Indonesia yang bekerja pada industri dalam negeri. (
Laura Oktaviani Sibarani)