Rupiah Masih Tertekan Dolar AS, Sampai Kapan?

Ilustrasi. Foto: Dok MI

Rupiah Masih Tertekan Dolar AS, Sampai Kapan?

Insi Nantika Jelita • 21 March 2025 15:14

Jakarta: Analis pasar modal sekaligus Founder Stocknow.id Hendra Wardana meramalkan depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) terus berlanjut. Pelemahan rupiah yang saat ini mencapai Rp16.505 per USD.

"Bahkan diprediksi bisa melemah hingga Rp16.900 per USD di akhir 2025," ujarnya kepada Media Indonesia, Jumat, 21 Maret 2025.

Ia menuturkan melemahnya mata uang garuda disebabkan oleh data ekonomi AS yang lebih kuat dari perkiraan, khususnya pada klaim pengangguran dan penjualan rumah. Data terbaru menunjukkan jumlah klaim pengangguran AS lebih rendah dari ekspektasi pasar, yang mengindikasikan bahwa pasar tenaga kerja masih tetap kuat.

"Hal ini memperkuat ekspektasi Bank Sentral AS atau The Fed akan mempertahankan kebijakan suku bunga tinggi lebih lama guna mengendalikan inflasi," kata Hendra.

Selain itu, data penjualan rumah di AS yang lebih baik dari perkiraan menunjukkan bahwa sektor properti di negara tersebut tetap resilient, meskipun suku bunga tinggi seharusnya membatasi aktivitas pembelian rumah.

Kondisi ini dikatakan semakin memperkuat dolar AS karena investor menilai perekonomian Negara Paman Sam masih cukup solid. Hal ini pun meningkatkan daya tarik aset berbasis dolar dan mendorong arus modal keluar dari negara berkembang, termasuk Indonesia.  

"Akibatnya, tekanan terhadap rupiah semakin meningkat," imbuh Hendra.
 

Baca juga: 

Melemah Tipis, Rupiah Dibuka di Rp16.489 per USD



(Ilustrasi rupiah. Metrotvnews.com/Husen Miftahudin)

Sentimen domestik

Faktor eksternal tersebut menambah beban bagi rupiah, yang sebelumnya juga sudah terpengaruh oleh sentimen domestik. Seperti, kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) serta tekanan terhadap pasar obligasi Indonesia akibat ekspektasi suku bunga global yang masih tinggi.

Dengan rupiah yang terus melemah, harga bahan baku yang dibeli dalam dolar otomatis menjadi lebih mahal, yang berpotensi menekan margin keuntungan perusahaan. Hendra menyampaikan investor akan tetap memperhatikan perkembangan nilai tukar rupiah.

"Pelemahan rupiah tentu menjadi tantangan besar bagi industri. Khususnya bagi emiten yang sangat bergantung pada impor bahan baku seperti obat dan alat kesehatan," ungkapnya.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Eko Nordiansyah)