Ilustrasi. Foto: Dok Medcom.id
Aceh: Sebanyak dua warga Aceh menjadi korban penembakan di Perairan Tanjung Rhu, Selangor, Malaysia. Insiden yang diduga dilakukan oleh Agensi Penguatkuasaan Maritim Malaysia (APMM) ini menyebabkan keduanya mengalami luka serius dan harus mendapatkan perawatan medis.
"Korban pertama adalah Andry Ramadhana, 30, warga Desa Keude Pante Raja, Kecamatan Pante Raja, Kabupaten Pidie Jaya. Ia mengalami luka tembak di lengan dan saat ini dirawat di sebuah klinik di Malaysia," kata Anggota DPD RI asal Aceh, Sudirman, Kamis, 30 Januari 2025.
Korban lainnya adalah Muhammad Hanafiah, 40, warga Desa Alue Bugeng, Kecamatan Peureulak Timur, Kabupaten Aceh Timur. Hanafiah tertembak di bagian paha.
"Hanafiah dirawat di sebuah rumah sakit bersama tiga korban lainnya," ungkap dia.
Sudirman menuturkan, berdasarkan keterangan korban bahwa telah menyatakan sebagai warga sipil. Mereka, kata dia, tidak ada perlawanan saat itu.
"Mereka adalah warga sipil tanpa alat, bagaimana mungkin melawan" ucap Sudirman.
Insiden penembakan terjadi saat 26 Pekerja Migran Indonesia (PMI) non-prosedural mencoba keluar dari Malaysia secara ilegal menggunakan perahu. Namun, di tengah perjalanan, perahu mereka dikejar oleh kapal patroli APMM.
"Petugas APMM melepaskan tembakan secara membabi buta ke arah perahu dari jarak 20 hingga 25 meter. Insiden tersebut terjadi pada tengah malam, Jumat, 24 Januari 2025," ujarnya.
Kemudian, perahu yang ditumpangi para
WNI berhasil kabur setelah penembakan. Perahu itu kemudian merapat di kawasan hutan bakau daerah Banting, Selangor, Malaysia.
"Setelah itu, para korban dibawa ke Rumah Sakit Serdang Selangor Malaysia oleh tekong," jelasnya.
Sebelumnya, sejumlah warga negara Indonesia (WNI) yang merupakan pekerja migran ditembak di Perairan Tanjung Rhu, Malaysia pada Jumat, 24 Januari 2025. Insiden penembakan PMI itu dilakukan oleh otoritas Maritim Malaysia, yaitu Agensi Penguatkuasa Maritim Malaysia (APMM). Lima orang jadi korban, dengan satu orang tewas dan empat lainnya mengalami luka-luka. Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Kuala Lumpur mengirimkan nota diplomatik meminta agar peristiwa tersebut diselidiki.