Ilustrasi KTP-el. Medcom.id
Dinda Shabrina • 16 August 2024 18:06
Jakarta: Pencatutan Nomor Induk Kependudukan (NIK) untuk kepentingan syarat pengajuan bakal calon gubernur dinilai melanggar Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP). Peneliti Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) Parasurama Pamungkas menyebut pelanggaran perlindungan data pribadi yang dilakukan pasangan calon Dharma Pongrekun dan Kun Wardana karena diduga telah melakukan pemrosesan data yang bukan miliknya secara melawan hukum.
Pemrosesan KTP-el yang dilakukan untuk tujuan pencalonan memerlukan dasar hukum yang jelas dan berupa persetujuan yang sah secara eksplisit dari subjek data pribadi (calon pendukung) atas tujuan kandidasi calon tertentu berdasarkan Pasal 20 ayat (2) huruf a UU PDP.
“Untuk meminta persetujuan ini, pasangan calon harus menjelaskan tujuan pemrosesan data, jenis data apa saja yang akan diproses, jangka waktu retensi dokumen, rincian informasi yang dikumpulkan. Dugaan pencatutan tersebut mengindikasikan data diproses tanpa persetujuan apapun dari subjek data,” kata Parasurama, Jakarta, Jumat, 16 Agustus 2024.
Bahkan dalam UU PDP, tindakan tersebut merupakan bagian yang dilarang dan diancam dengan hukuman pidana. Ketentuan Pasal 65 (1) UU PDP menyebutkan setiap orang dilarang memperoleh atau mengumpulkan data pribadi yang bukan miliknya dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain.
“Perbuatan tersebut diancam pidana penjara paling lama lima tahun, dan denda paling banyak Rp5 miliar (Pasal 67 (1) UU PDP). Selain itu, ketentuan Pasal 95 UU Administrasi Kependudukan mengatur larangan tanpa hak mengakses database kependudukan, yang diancam pidana penjara 2 tahun dan denda Rp25 juta,” ucap dia.
Sebagai perbandingan, bentuk pelanggaran tersebut juga terjadi di negara-negara Uni Eropa yang telah secara baik menerapkan hukum pelindungan data pribadi, termasuk memiliki regulasi khusus yang berkaitan dengan penggunaan data pribadi dalam pemilu.
“Di Belgia misalnya, pada 2020, salah satu kandidat dalam Pemilu lokal dikenakan sebesar EUR 5.000, oleh otoritas pelindungan data, dikarenakan melakukan pengumpulan data pribadi konstituen secara tidak sah, untuk kepentingan kampanyenya,” jelas dia.
Baca Juga:
NIK Dicatut Sepihak untuk Dukung Calon di Pilkada, Segera Lapor Bawaslu |