Rektor Unissula Semarang Gunarto mengaku didatangi tim operasi perguruan tinggi dan diminta untuk tidak membuat petisi (kritik) nepotisme.(Unissula)
Media Indonesia • 8 February 2024 11:10
Semarang: Rektor Universitas Negeri Sultan Agung (Unissula) Semarang Gunarto mengaku didatangi tim operasi perguruan tinggi dan diminta untuk tidak membuat petisi (kritik) nepotisme.
"Saya didatangi oleh tim operasi perguruan tinggi dan diminta untuk tidak membuat petisi (kritik) nepotisme Pak Lurah di Pilpres 2024, tetapi saya tidak mau," kata Gunarto.
Tim operasi perguruan tinggi yang datang, lanjut Gunarto, bukan aparat kepolisian. Ia mengaku didatangi mantan rektor sebuah perguruan tinggi di Jawa Tengah yang meminta agar tidak ikut membuat seruan atau petisi, seperti sivitas akademika kampus lainnya yang membuat pernyataan sikap soal kemunduran demokrasi selama pemerintahan Presiden Jokowi.
Tanpa mau menyebutkan identitas mantan rektor itu, Gunarto mengatakan yang bersangkutan menyebut tim operasi perguruan tinggi meminta membendung kritik terhadap Jokowi menjelang pencoblosan 14 Februari. Unissula, kata Gunarto akan menghimpun kekuatan untuk menggelar seruan atau petisi sebagai kritik terhadap kemunduran demokrasi yang memburuk belakangan ini.
"Unissula akan menyampaikan petisi bau busuk nepotisme di Pemilu 2024," imbuhnya.
Sebelumnya, Berdasarkan pemantauan Media Indonesia, jagat perguruan tinggi di Kota Semarang semakin memanas jelang pemilu, sebelumnya Rektor Universitas Katolik Soegijapranata (Unika) Semarang Ferdinandus Hindarto mengaku diminta petugas kepolisian untuk membuat video pujian untuk pemerintahan Jokowi.
Namun permintaan tersebut ditolak Ferdinandus Hindarto. Pihaknya memilih menyatakan kritik lantaran sikap Jokowi dinilai melewati batas prinsip demokrasi.
"Menurut saya levelnya sudah melewati batas' kalau untuk ukuran yang paling tinggi," ujarnya.
Menyikapi hal itu, kata Ferdinandus, diminta presiden dan segenap jajarannya untuk bertindak sesuai porsi, prinsip-prinsip demokrasi dan konstitusi itu saja, seperti kemunduran itu terlihat mulai dari
pelanggaran batas usia cawapres yang diputuskan MK, penyataan presiden yang menyebut boleh berpihak, penggelontoran bansos secara masif, hingga munculnya peringatan bagi Ketua KPU dari DKKP.
Kritik dan pernyataan sikap atas kemunduran demokratis juga disampaikan ratusan civitas akademika Universitas Diponegoro (Undip) Semarang yakni 30 guru besar, dosen, mahasiswa dan alumni melalui aksi keprihatinan dan penyampaian sikap di depan Gedung Widya Puraya Undip.
Selain membacakan lima poin pernyataan sikap, Guru Besar Fakultas MIPA Prof Muhammad Nur mengatakan nilai-nilai kehidupan berdemokrasi didegradasi secara terang-terangan, etika dan moral dan kehidupan berdemokrasi telah dirusak hingga mencapaititik nadir.
Guru Besar Undip Suradi Wijaya Saputra mengungkapkan pernyataan sikap dilakukan oleh civitas akademika Undip yakni 30 guru besar, ratusan dosen dan mahasiswa termasuk para alumni ini digelar sebagai wujud keprihatinan atas kemunduran demokrasi di tahun politik 2024, yang diawali dengan runtuhnya etika dan moral sejak adanya keputusan MK nomor 90.
Bahkan keputusan MK tersebut, lanjut Suradi Wijaya Saputra, berdasarkan keputusan selanjutnya merupakan pelanggaran etika berat.
"Etika harusnya menjadi aspek tertinggi dalam
setiap tingkah laku dan sikap berpolitik, maka diminta seluruh sivitas akademika Undip untuk mengawal proses demokrasi secara terbuka," tambahnya.
Diimbau kepada masyarakat, ungkap Suradi Wijaya Saputra, tidak terjebak janji-janji politisi yang tidak masuk akal yang akhirnya membebani APBN, karena seperti diketahui bangsa ini terbebani utang luar negeri yang sangat besar akibat janji gratis ini dan itu yang tidak mendidik bangsa.