Ilustrasi tax amnesty. Foto: Medcom.id
M Ilham Ramadhan Avisena • 20 November 2024 12:40
Jakarta: Terbukanya ruang untuk program pengampunan pajak jilid III tahun depan disebut melukai aspek keadilan. Itu juga disebut berpotensi merusak moral pajak masyarakat lantaran terbentuk ekspektasi pemerintah akan terus berulang menjalankan program tersebut.
"Wajib pajak yang selama ini taat bisa merasa tidak adil dan memilih menunda pembayaran atau pelaporan pajak sambil menunggu amnesti berikutnya. Lebih jauh lagi, kredibilitas sistem perpajakan kita bisa terganggu," kata periset Center of Reform on Economic (CoRE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet saat dihubungi, dikutip Rabu, 20 November 2024.
"Karena pengampunan pajak yang terlalu sering dapat dilihat sebagai bentuk ketidakmampuan otoritas pajak dalam menegakkan aturan dan mengumpulkan pajak secara reguler," tambah dia.
(Pejalan kaki melintasi papan sosialisasi pembayaran pajak secara online. Foto: MI/Arya Manggala)
Padahal program yang disebut bertujuan untuk meningkatkan basis pajak itu tak begitu efektif. Pengampunan pajak, atau tax amnesty pertama di 2016-2017 tercatat menghasilkan deklarasi sebesar Rp4.884 triliun. Sementara total uang tebusan mencapai Rp114,54 triliun atau sekitar 0,92 persen dari PDB Indonesia 2016.
Lalu pemerintah kembali meluncurkan pengampunan pajak jilid II pada 2022. Program itu diikuti oleh 247.918 wajib pajak dengan total deklarasi sebesar Rp594,82 triliun dan total Pajak Penghasilan (PPh) yang masuk ke kas negara mencapai Rp60,1 triliun.
Baca juga: DPD Minta Rencana Kenaikan PPN 12% Dikaji Ulang |