Baru Dibuka, Rupiah Sudah Dipukul Mundur Dolar AS

Ilustrasi rupiah. Foto: MI/Susanto

Baru Dibuka, Rupiah Sudah Dipukul Mundur Dolar AS

Husen Miftahudin • 30 January 2025 10:01

Jakarta: Nilai tukar (kurs) rupiah pada pembukaan perdagangan hari ini mengalami penurunan, setelah libur panjang Isra Mikraj dan Tahun Baru Imlek.

Mengutip data Bloomberg, Kamis, 30 Januari 2025, rupiah hingga pukul 09.36 WIB berada di level Rp16.244 per USD. Mata uang Garuda tersebut melemah 23 poin atau setara 0,14 persen dari Rp16.221 per USD pada penutupan perdagangan sebelumnya.

Sementara menukil data Yahoo Finance, rupiah pada waktu yang sama berada di level Rp16.237 per USD. Level tersebut turun sebanyak 68 poin atau setara 0,42 persen dibandingkan dengan penutupan perdagangan hari sebelumnya pada level Rp16.169 per USD.

Analis pasar uang Ibrahim Assuaibi memprediksi rupiah pada hari ini akan bergerak secara fluktuatif, meski demikian rupiah diprediksi akan menguat.

"Untuk perdagangan hari ini, mata uang rupiah fluktuatif namun ditutup menguat di rentang Rp16.110 per USD hingga Rp16.180 per USD," ujar Ibrahim dalam analisis hariannya.
 

Baca juga: Dolar AS Kian Perkasa Berkat Fed Tahan Suku Bunga
 

Pidato Trump di WEF


Presiden AS Donald Trump, dalam pidatonya di Forum Ekonomi Dunia di Swiss, mengatakan ia akan menuntut Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan pemimpin de facto-nya, Arab Saudi, untuk menurunkan biaya minyak mentah dan mendesak bank-bank sentral global untuk menurunkan suku bunga.

Trump juga mengatakan akan meminta Riyadh untuk meningkatkan paket investasi AS menjadi USD1 triliun, naik dari USD600 miliar yang dilaporkan oleh kantor berita negara Saudi pada hari sebelumnya.

Trump telah mengumumkan keadaan darurat energi nasional pada Senin, mencabut pembatasan lingkungan pada infrastruktur energi sebagai bagian dari rencana besar-besaran untuk memaksimalkan produksi minyak dan gas dalam negeri.

Pada Rabu, ia berjanji untuk memukul Uni Eropa dengan mengenakan tarif 25 persen terhadap Kanada dan Meksiko, dan mengatakan pemerintahannya sedang mempertimbangkan bea masuk hukuman 10 persen terhadap Tiongkok.

"Saat perhatian beralih ke kemungkinan jadwal Februari untuk tarif baru yang ditetapkan oleh Trump, kehati-hatian kemungkinan akan tetap ada di pasar karena setiap pembatasan perdagangan baru akan membawa implikasi negatif bagi pertumbuhan global, yang berpotensi mengangkat dolar kembali digdaya," jelas Ibrahim.


(Ilustrasi kurs rupiah terhadap dolar AS. Foto: MI/Susanto)
 

Program MBG jadi sorotan


Sementara itu, pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka telah melewati 100 hari pertama. Meski Presiden Prabowo menegaskan pemerintahannya tidak mengenal tradisi seratus hari, publik tetap menjadikan momen ini sebagai tolok ukur awal.

"Tradisi ini memberi kesempatan untuk mengevaluasi arah kebijakan, komitmen terhadap janji kampanye, dan efektivitas implementasi program," ucap Ibrahim.

Presiden Prabowo mengklaim pemerintahannya telah mencatatkan capaian positif. Salah satu program yang menjadi sorotan adalah Makan Bergizi Gratis (MBG).

Sejak diluncurkan 6 Januari 2025, program ini telah melayani 650 ribu anak di 31 provinsi. Pemerintah menargetkan 15 juta penerima pada akhir September 2025, dan seluruh anak Indonesia pada akhir tahun yang sama.

Dengan anggaran mencapai Rp71 triliun, MBG menunjukkan skala ambisius yang mampu menarik simpati publik. Selain MBG, kebijakan penghapusan utang UMKM senilai Rp2,4 triliun untuk 67 ribu pelaku usaha juga menuai pujian. Meski begitu, angka ini hanya menyentuh sebagian kecil dari total 65 juta UMKM di Indonesia.

Di sisi lain, pemerintah membatasi kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen hanya untuk barang dan jasa mewah senilai minimal Rp30 miliar, disertai insentif pajak senilai Rp265,6 triliun. Langkah ini dianggap berani dan pro-rakyat, meskipun tidak lepas dari tantangan fiskal.

Namun, ada kritik tajam terhadap pelaksanaan program-program tersebut. Program MBG, misalnya, dinilai terlalu sentralistik dan kurang melibatkan pemerintah daerah.

"Akibatnya, dampaknya terhadap penguatan kapasitas lokal menjadi minim. Hal ini menunjukkan program populis tanpa tata kelola yang matang hanya akan menjadi sekadar pencitraan politik jangka pendek," terang Ibrahim.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Husen Miftahudin)