Ilustrasi rokok SKT. Foto: dok MI/Panca Syurkani.
13 November 2024 19:05
Jakarta: Perkumpulan Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI) mengapresiasi keputusan pemerintah yang tidak menaikkan tarif cukai hasil tembakau (CHT) pada tahun depan.
GAPPRI justru mengkhawatirkan rencana pemerintah terkait penyesuaian tarif melalui Harga Jual Eceran (HJE) akan berdampak bagi pekerja di industri hasil tembakau (IHT) nasional.
Ketua Umum GAPPRI Henry Najoan berpendapat kenaikan HJE khususnya jenis Sigaret Kretek Tangan (SKT) berpotensi memicu Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal, terutama bagi pekerja perempuan yang mendominasi di industri kretek nasional ini.
"Pekerja perempuan yang berlatar pendidikan rendah di industri kretek ini menggantungkan hidupnya pada SKT. Kenaikan HJE yang signifikan akan mengancam mata pencaharian mereka sehingga berdampak pada perekonomian negara. Hal ini justru bertolak belakang dengan visi Asta Cita presiden Prabowo" tukas Henry dikutip dari keterangan tertulis, Rabu, 13 November 2024.
(Ilustrasi, rokok ilegal yang disita Bea Cukai. Foto: Medcom.id/Ani Aan Pranata)
Henry mengatakan, di 2025, selain kenaikan Upah Minimum Kota (UMK) juga akan ada kebijakan menaikkan tarif HJE dan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen. "Jika ketiga komponen itu digabung, maka harga rokok SKT dipastikan lebih tinggi dibanding rokok ilegal," jelas dia.
Menurut Henry, saat ini harga per bungkus SKT di lapangan untuk isi 12 batang berkisar antara Rp12 ribu hingga Rp14 ribu. Dengan kenaikan tiga komponen di atas, harga SKT akan semakin tinggi, berkisar antara Rp15 ribu sampai Rp17 ribu per bungkus untuk isi 12 batang.
"Sementara, rokok ilegal jenis Sigaret Kretek Mesin (SKM) isi 20 batang, harga jual berkisar antara Rp10 ribu sampai Rp12 ribu," imbuh dia.
Baca juga: Kenaikan Tarif Cukai Bikin RI Kebanjiran Rokok Ilegal |