Terdakwa kasus korupsi pengelolaan timah, Helena Lim. Foto: MI/Usman Iskandar.
Candra Yuri Nuralam • 13 December 2024 11:10
Jakarta: Helena Lim, mengaku dizalimi dalam kasus dugaan rasuah pengolahan timah. Sebab, jaksa menuduh dia membantu terjadinya korupsi dan pencucian uang.
“Saya merasa sangat tidak adil dan sangat dizalimi oleh JPU, hanya karena saya seorang publik figur maka saya dijadikan chopping board, talenan, oleh JPU. Bahwa aset saya yang merupakan hasil kerja keras saya selama 30 tahun terancam dirampas,” kata Helena di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, dikutip pada Jumat, 13 Desember 2024.
Hal itu disampaikan Helena Lim saat menyampaikan pembelaan diri atas tuntutan delapan tahun penjara dari jaksa penuntut umum (JPU). Kepada hakim, dia menceritakan kisah hidupnya.
“Saya adalah anak yatim yang dilahirkan dari keluarga yang kurang mampu. Sejak usai 12 tahun sudah ditinggal mati ayah saya,” ungkap dia.
Helena mengatakan hidupnya tidaklah mudah dari kecil. Ibunya harus bekerja keras untuk membiayai lima saudaranya sekolah dan makan tiap harinya.
“Di usia saya yang masih belia, saya sudah mencari uang dengan membantu mama menjahit sepatu, berjualan nasi, sampai berjualan keripik di sekolah,” ucap Helena.
Menurut Helena, dia bekerja kerja keras sampai kuliah. Seiring berjalan, dia memulai bisnis valas sampai menjadi manajer di PT Quantum Skyline Exchange.
Karir yang dia bangun sudah berjalan lama sampai dipercaya banyak orang. Namun, kasus rasuah ini membuat kerja kerasnya kandas.
“Saya Helena Lim, duduk di hadapan Majelis Hakim Yang Mulia sebagai terdakwa kasus korupsi timah,” ucap Helena.
Kasus ini sangat membuatnya sedih. Bahkan, jargon ‘
crazy rich PIK’ yang telah diberikan kepadanya sekaan tidak ada artinya karena terseret dugaan rasuah timah.
“Wanita itu adalah saya, Helena Lim, terdakwa yang duduk di hadapan Yang Mulia,” tegas Helena.
Selain itu, Helena merasa tidak diadili dengan baik. Menurut dia, pengusaha yang melakukan penjualan valas kepada terdakwa dalam kasus rasuah timah bukan hanya dirinya. Namun, pihak tersebut tidak diproses hukum seperti yang dilaluinya.
“Ada beberapa
money changer lain yang juga dipakai oleh para terdakwa, tapi, tetap saya yang dijadikan terdakwa, hanya saya, padahal pola transaksi seluruh money changer sama persis,” tegas Helena.
Dia juga mengaku tidak tahu muasal uang yang dibisniskan valas kepadanya. Jika tahu berkaitan dengan kasus rasuah, Helena pasti tidak mau mengurusnya.
“Saya tidak akan mau terlibat untuk penukaran valuta asing di perusahaan saat PT Quantum Skyline Exchange, karena saya terikat dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 12 Tahun 2010,” kata Helena.
Hakim diminta bijak memberikan vonis kepadanya. Helena menilai dirinya tidak pantas diberikan hukuman delapan tahun penjara sampai pidana pengganti dengan ancaman kurungan seperti permintaan jaksa.
“Yang Mulia, pertimbangkan dengan hati nurani, kepantasan tuntutan delapan tahun ditambah empat tahun karena saya dalam posisi sekarang sudah tidak mampu membayar uang pengganti sebesar Rp210 miliar tersebut,” ujar Helena.
Helena dinilai bersalah oleh jaksa. Dia dituntut penjara delapan tahun dalam perkara ini.
Selain itu, Helena juga dituntut membayar uang pengganti Rp210 miliar. Dana itu wajib dibayar dalam waktu sebulan setelah vonis berkekuatan hukum tetap.
Jika tidak dibayar, jaksa akan merampas harta benda Helena. Kalau tidak cukup, pidana penjaranya ditambah empat tahun.