129 Juta Orang Indonesia Ngutang di Pinjol

Ilustrasi. Foto: Medcom.id

129 Juta Orang Indonesia Ngutang di Pinjol

Gana Buana • 8 August 2024 12:06

Jakarta: Asosiasi Fintech Pendanaan Indonesia (AFPI) mencatat hingga Mei 2024 sebanyak 129 juta orang di Indonesia telah memanfaatkan layanan fintech lending, dengan total penyaluran dana mencapai Rp 874,5 triliun.
 
Sektor produktif menjadi penerima terbesar dari penyaluran dana tersebut, dengan porsi mencapai 30,61 persen.
 
Ketua Umum AFPI Entjik S. Djafar menyatakan pihaknya berkomitmen kuat untuk memerangi praktik pinjaman online ilegal dan meningkatkan literasi keuangan masyarakat.
 
"Kami berkomitmen untuk terus memerangi pinjol dan mendorong akses pendanaan yang lebih luas di Indonesia," kata Entjik dalam acara AFPI CEO Forum 2024 dilansir Media Indonesia, Kamis, 8 Agustus 2024.
 
Baca juga: 

OJK Tutup 8.500 Pinjol Ilegal Sejak 2015

 
Berdasarkan riset dari EY MSME Market Study & Policy Advocacy, kebutuhan pembiayaan untuk sektor usaha kecil dan menengah (UKM) pada tahun 2026 diproyeksikan akan mencapai Rp4.300 triliun.
 
Namun, kemampuan pendanaan yang tersedia di Indonesia hanya sebesar Rp1.900 triliun, menciptakan gap sebesar Rp2.400 triliun yang harus diisi oleh perusahaan fintech lending.

Potensi penggna pinjol meningkat

Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Agusman menyatakan potensi penggunaan pinjaman online terus meningkat, dengan pertumbuhan pembiayaan dari perusahaan fintech lending mencapai 26 persen secara tahunan.
 
Angka ini menjadikan fintech lending sebagai industri keuangan dengan pertumbuhan tertinggi.
 
"Pertumbuhan fintech lending mencapai 26 persen (YoY), menjadikannya institusi keuangan dengan pertumbuhan tertinggi di negeri ini. Dengan kualitas NPL terjaga di angka 2,7 persen, kami yakin industri ini memiliki potensi untuk bertahan jangka panjang," ujar Agusman.
 
Ahli tata hukum Yusril Ihza Mahendra, yang hadir dalam acara tersebut, menambahkan bahwa pemerintah harus mampu mengikuti perkembangan teknologi yang berjalan cepat untuk mendukung pertumbuhan industri fintech.
 
"Kemajuan teknologi yang pesat sangat mempengaruhi aktivitas ekonomi. Namun, kecepatan kita dalam mengatur dan mengantisipasi perkembangan ini dengan norma hukum seringkali tertinggal. Proses pembentukan undang-undang sangat panjang dan lama," jelas Yusril.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Annisa Ayu)