PDIP: Kemiskinan dan Kesenjangan Sosial Jadi PR Prabowo-Gibran

Ilustrasi kemiskinan. Foto: Medcom.id

PDIP: Kemiskinan dan Kesenjangan Sosial Jadi PR Prabowo-Gibran

Akmal Fauzi • 20 October 2024 10:33

Jakarta: Anggota DPR RI Fraksi PDI Perjuangan Said Abdullah memberikan masukan atau agenda strategis untuk pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. Said berpandangan pemerintahan Prabowo perlu fokus untuk menurunkan tingkat kemiskinan dan kesenjangan sosial menjadi agenda paling penting bagi setiap pemerintahan. Pasalnya selama sepuluh tahun terakhir, laju penurunan kemiskinan dan kesenjangan sosial masih belum progresif.
 
"Pada 2014 tingkat kemiskinan mencapai 10,96 persen, pada Maret 2024 penduduk miskin mencapai 9,03 persen, selama 10 tahun tingkat kemiskinan hanya turun 1,93 persen, apalagi kita juga menghadapi penurunan jumlah kelas menengah yang mencapai sembilan juta jiwa," ujar Said, dikutip Minggu, 20 Oktober 2024.
 
"Pada 2014, tingkat kesenjangan sosial (rasio) mencapai 0,414 dan pada Maret 2024 di level 0,379 atau turun 0,035," tambah dia.
 
Presiden terpilih Prabowo, lanjut Said, perlu fokus menurunkan tingkat kemiskinan dan kesenjangan sosial lebih progresif dengan orkestrasi kebijakan yang komprehensif, mulai dari pendidikan, kesehatan, bantuan sosial, sanitasi, perumahan, hingga lapangan kerja.


Ilustrasi penduduk miskin. Foto: Medecom.id
 

Pecut kualitas SDM

 
Kemudian, Said meminta Prabowo untuk memberi perhatian besar dalam perbaikan sumber daya manusia (SDM), khususnya pada sektor pendidikan.
 
Sebab, Said menuturkan sejak mandatori anggaran pendidikan 20 persen dari belanja negara di 2003 sampai sekarang atau 21 tahun yang lalu. Namun mayoritas angkatan kerja Indonesia sebanyak 149 juta, sebanyak 54 persennya hanya lulusan SMP ke bawah.
 
"Akibatnya kita tidak bisa mengoptimalkan bonus demografi untuk mendorong lompatan perekonomian nasional dari negara berpendapatan menengah bawah menjadi negara berpendapatan menengah atas, apalagi menjadi high income country," tutur dia.
 
Baca juga: 10 Tahun Jokowi Turunkan Angka Kemiskinan Demi Kesejahteraan Rakyat
 

Ketergantungan impor pangan-energi

 
Said juga mengkritisi selama sepuluh tahun terakhir Indonesia belum bisa keluar dari ketergantungan impor pangan dan energi. Padahal keduanya adalah hal pokok yang menyangkut ketahanan dan kemandirian sebuah bangsa dan negara.
 
Selama periode 2014-2023, defisit perdagangan internasional pada sektor pertanian sangat besar. "Ekspor sektor pertanian mencapai USD61,4 miliar sedangkan impor kita mencapai USD98,46 miliar, defisit sebesar USD37 miliar. Dengan kurs Rp15.400, nilai impor hasil pertanian kita mencapai Rp569,8 triliun," papar Said.
 
Pada periode 2014-2023 impor migas mencapai angka fantastis, yakni USD278,5 miliar. Dengan kurs Rp15.400 per USD, maka nilai impor migas sembilan tahun terakhir mencapai Rp4.288,9 triliun.
 
"Menghadapi persoalan ini tidak mudah, melibatkan berbagai kepentingan ekonomi politik nasional dan internasional. Dan hal inilah yang akan menjadi tantangan Presiden Prabowo ke depan. Dan selamat bekerja Presiden Prabowo," ucap Said.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Husen Miftahudin)