Bandung: Tingginya kasus demam berdarah dengue (DBD) di Kota Bandung Jawa Barat (Jabar) terlihat dengan naiknya jumlah pasien yang ditangani di sejumlah rumah sakit. Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Bandung, sejak awal tahun 2024 hingga kini jumlah penderita DBD mencapai 1.741 kasus, 8 orang diantaranya meninggal dunia.
Direktur RSUD Bandung Kiwari, Yorisa Sativa menjelaskan, pada September 2023 kasus DBD masih landai yaitu ada 18 kasus, sampai Desember 2023 masih di 17 kasus. Lalu pada Januari hingga pertengahan Maret 2024, mulai ada peningkatan dan tidak menutup kemungkinan hingga akhir Maret 2024 kasus DBD terus meningkat.
"Kami sempat merasa kewalahan dan banyak tenaga kesehatan (nakes) yang kelelahan. IGD RSUD Bandung Kiwari pun sempat penuh, meskipun sejauh ini kondisinya mulai terurai dengan menambah nakes dan 10-15 kasur," jelasnya, Selasa, 26 Maret 2024.
Menurut Yorisa, berdasarkan informasi membludaknya pasien DBD ini bukan hanya terjadi di RSUD Bandung Kiwari, tetapi juga dialami 42 RS lainnya yang ada di Kota Bandung. Sedangkan pasien yang datang ke RSUD Bandung Kiwari, tidak hanya menerima yang gawat darurat dari rumah, rujukan puskesmas atau klinik, tetapi juga dari RS lain, karena mereka sudah penuh.
Hal sama juga terlihat di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung yang hingga kini masih merawat 11 pasien DBD, dengan keluhan berat. Meskipun RSHS tidak mencatat adanya lonjakan kasus
emergency, namun diyakini angka kasus DBD di rumah sakit kelas B, bakal kedapatan lebih banyak kasus.
"Saat ini ada 11 pasien DBD yang dirawat, namun mesti diingat RSHS adalah top reveral Jabar. Artinya akan jauh lebih banyak pasien-pasien DBD datang ke RS tipe B, baik RS pemerintah atau swasta," kata Div Infeksi dan Penyakit Tropis KSM IK Anak RSHS, Anggraini Alam.
Menurut Anggraini pasien yang sampai dan dirawat di RSHS, mayoritas pasien yang memiliki beragam keluahan berat. Beberapa di antaranya terjadi kasus pasien meninggal di IGD atau belum masuk ke ruang perawatan akibat kondisi yang sudah parah. Kondisi yang berat itu seperti syok yang berkepanjangan, pendarahan, saluran cerna, bisa kejang-kejang. Tidak sadar, bisa mengenai ginjalnya.
"Pada kasus DBD biasanya lebih banyak anak-anak yang terkena, untuk itu kami mengingatkan terutama orang tua, agar lebih waspada dengan penyebab dan antisipasi DBD. Karena ada beberapa kelompok yang harus kita waspadai yang mengalami DBD berat, yaitu bayi, lansia dan anak-anak dengan obesitas serta yang memiliki komorbid, misalnya ada kelainan ginjal, paru, jantung, darah. Atau minum obat-obatan jangka panjang, pasien seperti itu yang kita harus waspadai," tuturnya.
Anggraini menyebut, masyarakat harus mengetahui fase demam akibat DBD. Biasanya, demam meningkat tinggi selama 2-7 hari disertai dengan nyeri kepala, nyeri belakang telinga. Nyeri sendi, otot, tenggorokan, muncul ruam, atau kemerahan di muka. Jika sudah mulai ada pendarahan, seperti mimisan, atau mual dan muntah-muntah, itu sudah mendekati bahaya.
"Perubahan perilaku pada anak yang alami demam juga harus diwaspadai. Tanda orang yang terjangkit DBD akan diam atau gelisah bahkan kejang. Kondisi tersebut masuk dalam tanda bahaya, yang mengharuskan pasien dibawa ke rumah sakit," terangnya