Efisiensi Anggaran Sudah Bikin Layanan Publik Jadi Kacau

Ilustrasi jalanan berlubang, pembangunan infrastruktur jadi terbengkalai imbas efisiensi anggaran. Foto: Istimewa.

Efisiensi Anggaran Sudah Bikin Layanan Publik Jadi Kacau

Husen Miftahudin • 16 February 2025 21:30

Jakarta: Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Jakarta Achmad Nur Hidayat menyatakan pemangkasan anggaran yang dilakukan secara sembrono dan serampangan berisiko besar terhadap kinerja kementerian dan lembaga negara. 

Diketahui, Presiden Prabowo Subianto telah menginstruksikan efisiensi anggaran dalam tiga tahap dengan total penghematan mencapai Rp750 triliun. Saat ini, tahap pertama telah menghemat Rp300 triliun dan tahap kedua direncanakan sebesar Rp308 triliun. 

"Namun, realitas di lapangan menunjukkan kebijakan ini telah menimbulkan kekacauan, terutama dalam penyelenggaraan layanan publik," ucap Achmad saat dihubungi, Minggu, 16 Februari 2025.

Sebagai contoh, pagu awal anggaran Kementerian Pekerjaan Umum (PU) pada 2025 adalah Rp110,95 triliun. Menyusul kebijakan efisiensi yang dicanangkan Presiden Prabowo Subianto, anggaran tersebut dipangkas sebesar Rp81 triliun sehingga menjadi Rp29,57 triliun. 

Namun, dari hasil rapat kerja bersama Komisi V DPR, pagu akhir anggaran Kementerian PU pada 2025 menjadi Rp50,48 triliun. Naik sekitar Rp20 triliun dari anggaran versi pemotongan pertama dan anjlok sekitar Rp60 triliun dari pagu awal.

Achmad menilai, pemangkasan anggaran yang drastis tersebut akan berakibat pada penghentian proyek-proyek infrastruktur vital. "Jalan-jalan yang seharusnya diperbaiki kini dibiarkan rusak, sementara proyek bendungan dan irigasi yang penting bagi sektor pertanian ditunda atau dibatalkan," tutur Achmad.

Tidak hanya itu, Achmad pun menyinggung pemangkasan anggaran ini telah menyebabkan gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) di berbagai lembaga, seperti Lembaga Penyiaran Publik RRI dan TVRI. 

"Walaupun beberapa keputusan PHK akhirnya dibatalkan karena tekanan publik, dampak psikologis dan ketidakpastian kerja bagi pegawai tetap menjadi permasalahan serius. Jika tahap kedua dan ketiga tetap dijalankan tanpa strategi yang lebih matang, bukan tidak mungkin akan terjadi PHK dalam skala yang lebih luas serta berkurangnya tenaga profesional di sektor-sektor vital," bebernya.
 

Baca juga: Efisiensi Anggaran Diminta Jangan Korbankan Petani hingga Nelayan


(Ilustrasi penghitungan APBN. Foto: dok MI)
 

Efisiensi anggaran bisa kurangi pemborosan


Kendati demikian, Achmad menilai kebijakan efisiensi anggaran memang tidak sepenuhnya buruk. Pasalnya, ada beberapa aspek positif yang dapat diambil, seperti pengurangan pemborosan anggaran dan peningkatan efisiensi operasional di kementerian dan lembaga. 

"Namun, tanpa perencanaan dan eksekusi yang cermat, dampak negatifnya jauh lebih besar dan merugikan rakyat secara langsung," imbuh dia.

Efisiensi anggaran, sambung dia, bukanlah hal yang salah, tetapi jika dilakukan tanpa perencanaan yang matang, hasilnya justru dapat merusak layanan publik dan merugikan rakyat.

Pemangkasan anggaran yang sembrono akan berdampak pada terhambatnya proyek infrastruktur, menurunnya kualitas layanan publik, dan meningkatnya angka PHK. "Pemerintah harus mempertimbangkan pendekatan yang lebih selektif dan berbasis data dalam melakukan efisiensi anggaran," tegas dia.

"Tidak semua kementerian dan lembaga bisa dipangkas anggarannya secara serampangan, terutama yang berkaitan langsung dengan kebutuhan dasar masyarakat seperti infrastruktur, kesehatan, pendidikan, dan mitigasi bencana," papar Achmad menambahkan.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Husen Miftahudin)