Ilustrasi rupiah. Metrototvnews.com/Eko Nordiansyah
Jakarta: Nilai tukar (kurs) rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) kembali mengalami penguatan pada pembukaan perdagangan hari ini. Rupiah berupaya menjauh dari level Rp16.800-an per dolar AS.
Mengutip data Bloomberg, Senin, 14 April 2025, rupiah hingga pukul 09.04 WIB berada di level Rp16.786 per USD. Mata uang Garuda tersebut menguat sembilan poin atau setara 0,05 persen dari Rp16.795 per USD pada penutupan perdagangan sebelumnya.
Sementara dari data Yahoo Finance, rupiah pada waktu yang sama berada di level Rp16.774 per USD. Rupiah menguat 15 poin atau setara 0,09 persen dari Rp16.789 per USD pada penutupan perdagangan Jumat lalu.
(Ilustrasi dolar AS. MI/Ramdani)
Dolar AS mulai tenggelam
Pengamat Mata Uang Ibrahim Assuaibi mengatakan dolar AS terpukul oleh meningkatnya kekhawatiran atas resesi AS, terutama karena Washington dan Beijing saling mengenakan tarif yang sangat besar.
Presiden AS Donald Trump menaikkan tarif terhadap Tiongkok hingga 145 persen yang belum pernah terjadi sebelumnya. Sementara tarif Tiongkok sebesar 84 persen terhadap AS juga mulai berlaku.
"Para pedagang khawatir atas dampak dari serentetan tarif, mengingat AS masih mengimpor beberapa bahan yang sulit digantikan dari Tiongkok," kata dia dalam keterangannya.
Meskipun Trump menunda rencana tarif perdagangan timbal balik terhadap negara lain selama 90 hari, perang dagang dengan Tiongkok masih berpotensi menimbulkan implikasi yang mengerikan bagi importir dan eksportir Amerika.
Dolar juga terpukul oleh data inflasi konsumen yang lebih rendah dari perkiraan untuk bulan Maret, yang mendorong beberapa taruhan bahwa Federal Reserve akan memangkas suku bunga lebih cepat, terutama di tengah meningkatnya tekanan ekonomi dari perang dagang.
Dari dalam negeri, pemerintah menyoroti penundaan tarif resiprokal yang diperintahkan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump. Menurut Ibrahim, hal ini menjadi momentum tepat bagi Indonesia dan negara lain untuk melanjutkan negosiasi atas kenaikan tarif impor tersebut.
"Selain itu, kebijakan ini juga menjadi tantangan nyata yang harus dihadapi Indonesia. Pasalnya, kebijakan baru ini akan mengancam stabilitas dagang Indonesia dan ASEAN yang telah lama menjunjung tinggi prinsip perdagangan bebas dan terbuka," ujar dia.