Ilustrasi. Medcom.id
Bekasi: Wakil Ketua DPRD sekaligus Ketua DPC PDIP Kabupaten Bekasi, SL diduga menerima gratifikasi untuk memuluskan sebanyak 26 proyek pemerintah daerah. Nilai dari masing-masing proyek tersebut berkisar Rp200-300 juta.
Kepala Seksi Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Negeri Kabupaten Bekasi, Ronald Thomas Mendrofa, mengatakan hal itu diketahui berdasarkan hasil pemeriksaan.
Di mana, seorang kontraktor berinsial RS diduga menyuap SL dengan dua unit mobil mewah, Mitsubishi Pajero Sport dan BMW. Gratifiasi itu dilakukan untuk mendapatkan puluhan proyek itu melalui 4 perusahaan yang terafiliasi dengannya.
"Betul ada 26 proyek yang menjadi feedback dari kasus suap ini. Proyek itu diberikan kepada empat perusahaan," katanya di Bekasi, Kamis, 31 Oktober 2024.
Kepala Seksi Intelijen Kejari Kabupaten Bekasi, Samuel, mengatakan pihaknya sedang melakukan pemeriksaan lanjutan terhadap sejumlah pihak setelah melakukan penetapan tersangka dan penahanan terhadap SL.
"Setelah berkas jaksa penyidik lengkap langsung diserahkan kepada jaksa peneliti untuk diteliti dan disiapkan P-21 sebelum dilimpahkan ke persidangan," jelasnya.
Pihaknya akan meminta keterangan saksi ari berbagai kalangan. "Semua pihak yang mengetahui, mendengar dan terlibat langsung dalam perkara ini, termasuk pihak pemerintah daerah," ungkapnya.
Kuasa Hukum SL, Siswadi telah melayangkan surat permohonan penangguhan penahanan kliennya. Dia menuding bahwa penyidik terkesan memaksakan penetapan tersangka kepada SL.
Bukan hanya itu, dia juga mengklaim bahwa dua unit mobil tersebut bukan gratifikasi melainkan proses jual beli.
"Peristiwa hukum yang disangkakan oleh jaksa terhadap klien kami sebenarnya hubungan perdata biasa yaitu jual beli mobil," katanya.
Siswadi juga menilai, bahwa upaya pemeriksaan dan penahanan terhadap SL seharusnya ditunda sesuai Instruksi Jaksa Agung Nomor 6 Tahun 2023 tentang Optimalisasi Peran Kejaksaan.
"Anggaplah apa yang dilakukan (diduga) menyalahi hukum terkait gratifikasi kepada penyelenggara aparatur negara dan tentu masih harus dibuktikan di pengadilan. Tapi mengapa prosesnya (pemeriksaan dan penangkapan) dilakukan sangat cepat dan mendadak di saat proses resmi pilkada berlangsung?," ujarnya.