Anies Baswedan Respons Kembalinya UN di 2026

Mantan Menteri Pendidikan Anies Baswedan/MI/Devi

Anies Baswedan Respons Kembalinya UN di 2026

Devi Harahap • 4 January 2025 15:31

Jakarta: Mantan Menteri Pendidikan RI, Anies Rasyid Baswedan merespons wacana kembali diadakannya Ujian Nasional (UN) pada 2026. Menurutnya, ada atau tidaknya UN, pemerintah harus fokus untuk meningkatkan kejujuran dalam proses pembelajaran agar tebangun karakter siswa yang berintegritas.

“Saya dengar ujian nasional mau diadakan lagi. Terlepas dari pro-kontra soal ujian nasional, pada waktu saya menjabat sebagai Mendikbud, ada satu masalah terkait ujian nasional ini, yaitu penuh dengan contek-mencontek, penuh dengan kecurangan,” kata Anies saat ditemui Media Indonesia di Gedung Pusat Dakwah Hidayatullah pada Sabtu, 4 Januari 2025.

Anies menjelaskan bahwa untuk menghilangkan budaya mencontek dan berbagai kecurangan yang terjadi saat UN dilaksanakan, pada 2015 pihaknya membuat kebijakan indeks integritas. Hal itu juga bertujuan untuk mengukur sejauh mana murid dan sekolah menerapkan nilai kejujuran dalam proses pengerjaan soal UN.

“Pada tahun 2015 kami membuat yang namanya Indeks integritas sebagai alat ukur seberapa jujur sebuah sekolah menyelenggarakan ujian. Bagaimana mengukurnya? kalau ujian itu ada lembar jawabnya, kalau dalam satu kelas yang isinya 40 sampai 30 anak itu jawaban, benar dan salahnya sama, artinya  itu kolaborasi bukan?,” jelasnya. 

Mantan Gubernur Jakarta itu menyebut bahwa untuk mengukur kejujuran seseorang itu jauh lebih sulit ketimbang kecurangan. Sehingga, soal UN dibuat dengan menggunakan teknik untuk menjadi alat pengukurnya. 

“Karena kecurangan itu masif terjadi. Jadi kita tidak hanya menilai prestasi akademiknya, tapi juga menilai kejujurannya dengan membuat Indeks kejujuran. Jadi setiap sekolah tahu bagaimana cara mengukurnya, berapa persen anak yang menyontek,” katanya. 

Lebih lanjut, Anies menceritakan pengalamannya saat menerima hasil indeks integritas tersebut dari berbagai sekolah. Dikatakan bahwa sekolah-sekolah yang membawa label islam justru menunjukkan angka kejujuran yang rendah. 
 

Baca: UN Kembali, P2G: Tujuan dan Skemanya mesti Jelas

“Ketika saya kumpulkan sekolah-sekolah Islam sejak awal, dan pada saat itu saya tunjukkan angka indeks kejujurannya. Dikumpulkan semua kenapa? Karena nilainya mengerikan. Saya sampai bilang bahwa sekolah-sekolah ini membawa nama Islam tapi di dalam sekolah osinya contek-menyontek,” ungkapnya. 

Anies menjelaskan bahwa hasil itu juga menjadi sebuah rekomendasi kebijakan bagi pemerintah daerah untuk lebih bekerja keras menjadikan sekolah sebagai zona integritas. Menurutnya, selain menjadi tempat belajar, sekolah juga harus menjadi tempat yang menanamkan jiwa integritas kepada siswa.

“Ini bukan tuduhan tapi adalah fakta. Saya bisa menyebutkan Kabupaten mana yang paling jujur dan paling tidak jujur, jadi itu dikirimkan ke bupati dan walikota. Semuanya pada lihat dan kaget,” katanya. 

Selain itu, Anies mengatakan bahwa indeks integritas tersebut adalah bentuk penilaian terhadap sekolah yang menerapkan nilai-nilai kejujuran di dalamnya, semakin tinggi penilaian tersebut, maka semakin tinggi pula siswanya berkesempatan untuk masuk perguruan tinggi negeri.

“Dan ketika sekolah dikumpulkan seluruh Indonesia untuk mendapatkan Indeks integritas yang langsung diterima presiden sekitar 500an sekolah. Yayasan-yayasan sekolah dengan integritas tertinggi itu berjejer ada lebih dari 30 sekolah, salah satu sekolah dengan tingkat kejujuran paling tinggi adalah Penabur,” kata dia.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(M Sholahadhin Azhar)