Ilustrasi. Medcom.id.
Tri Subarkah • 16 September 2024 09:51
Jakarta: Direktur Network for Democracy and Electoral Integrity (Netgrit) Hadar Nafis Gumay menilai pilkada ulang akan mengganggu makna keserentakan. Idealnya, masa jabatan kepala daerah dalam undang-undang yang berlaku saat ini adalah lima tahun.
Namun, mantan komisioner Komisi Pemilihan Umum itu menilai pilkada calon tunggal yang kalah lawan kotak kosong harus dikategorikan sebagai keadaan khusus atau pengecualian. Hadar mengatakan butuh perubahan revisi Undang-Undang Pilakda untuk memaknakan keserentakan soal masa jabatan kepala daerah hasil pilkada ulang.
"Dibuat juga pengaturan tersediri pada daerah dengan kondisi terkait, masa jabatan berakhir sampai pilkada serempak berikutnya. Perlu dibuat perubahan undang-undang," kata Hadar saat dihubungi, Senin, 16 September 2024.
Ketua KPU Mochammad Afifuddin belum dapat memastikan apakah masa jabatan kepala daerah yang terpilih pada pilkada tahun depan akan mengikuti keserentakan dengan yang terpilih pada Pilkada 2024. Ia menyebut hal itu merupakan kewenangan pemerintah.
"Itu kewenangan pemerintah. Nanti pasti akan ada perkembangan pembahasan karena ini kan situasi yang tak terpikirkan. Kita carikan jalan keluar yang terbaik," jelas Afifuddin di Maros, Sulawesi Selatan, Minggu, 15 September 2024.
Baca juga: Calon Tunggal Pilkada di Sejumlah Daerah Berpotensi Berkurang |