Ilustrasi. Medcom
Siti Yona Hukmana • 5 February 2025 10:40
Jakarta: Penanganan kasus penembakan terhadap Agustino oleh anggota polisi Briptu AR dinilai belum memberikan rasa keadilan. Tidak ada transparansi dalam proses hukumnya, bahkan keluarga koban menemukan banyak kejanggalan.
"Pihak keluarga telah menyampaikan berbagai upaya hukum, termasuk melaporkan kasus ini ke Bareskrim Polri dan mengirim surat kepada Presiden serta Kompolnas, namun belum ada kejelasan mengenai keadilan yang mereka perjuangkan," kata Ketua Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Pontianak, Mikhael Tae, kepada wartawan, Jakarta, Rabu, 5 Februari 2025.
Kasus penembakan ini terjadi pada 7 April 2023. Warga Dusun Mendauk, Kecamatan Nanga Tayap, Kabupaten Ketapang, Agustino, tewas dalam insiden ini.
Mikhael menekankan kasus penembakan ini bukan hanya tentang penegakan hukum. Tetapi, menyangkut hak asasi manusia.
"Tidak ada alasan yang dapat membenarkan tindakan aparat yang berujung pada hilangnya nyawa warga sipil," ujar Mikhael.
PMKRI juga mempertanyakan sanksi yang diberikan kepada Briptu AR hanya berupa hukuman demosi selama tiga tahun dan penempatan khusus selama 30 hari. Sanksi ini tidak sebanding dengan dampak yang ditimbulkan akibat perbuatannya.
"Seharusnya, oknum polisi yang melakukan pelanggaran berat seperti ini diproses secara transparan dan dihukum seadil-adilnya sesuai dengan hukum pidana yang berlaku," ucap dia.
Mikhael berpandangan hukuman ringan terhadap aparat penegak hukum yang terlibat kasus pembunuhan tidak akan membuat jera. Hukuman yang jauh dari kata adil itu justru dikhawatirkan melahirkan kasus serupa.
"Ada kenalan yang mengatakan 'kalau hukuman membunuh seorang seringan itu saya pun mau membunuh orang'. Ungkapan itu membuktikan kekecewaan masyarakat terhadap hukum yang tumpul ketika oknum kepolisian diadili," kata dia.
Baca Juga:
Oknum TNI Penembak Bos Rental Mobil Segera Diadili |