Pada tahun depan (2025) Kementerian Perhubungan (Kemenhub) mewacanakan penyesuaian tarif Kereta Rel Listrik (KRL) Commuter Line berdasarkan nomor induk kependudukan (NIK). Wacana kebijakan ini pun langsung disambut protes karena disebut diskriminatif dan membebani penduduk kelas menengah.
Kemenhub menyebut kebijakan ini diharapkan bisa membuat anggaran subsidi kewajiban pelayanan publik menjadi lebih tepat sasaran. Merujuk dokumen Buku Nota Keuangan RAPBN Tahun Anggaran 2025, subsidi kewajiban pelayanan publik direncanakan sebesar Rp7,96 triliun.
Pengamat kebijakan publik Trubus Rahadiansyah menyatakan meski sudah diwacanakan sejak lama, belum ada urgensi dalam pengimplementasian penyesuai KRL berdasarkan NIK. Kebijakan ini dikhawatirkan diskriminatif dan dapat membani masyarakat kelas menengah yang bergantung pada KRL.
Subsidi KRL Dianggap Bikin Sesak APBN
Berdasarkan data dari Kementerian Keuangan, Subsidi APBN untuk kewajiban pelayanan publik/ public service obligation (PSO) kereta api telah dikucurkan oleh pemerintah pada 2024 sebanyak Rp4,7 triliun. Sedangkan berdasarkan RAPBN 2025, subsidi kereta api hanya menambah Rp900 juta, atau menjadi Rp4,79 triliun.
Publik di jagad sosial media menduga rencana efisiensi subsidi KRL dikarenakan pelonggaran ruang untuk
subsidi kendaraan listrik pada 2025 mendatang.
Sebagaimana diketahui, pada 2023 pemerintah telah mengucurkan besaran subsidi kendaraan listrik sebesar Rp1,6 triliun. Jumlah ini diperkirakan akan meningkat pada 2025 seiring visi berkelanjutan pemerintahan baru.