Dampak Program Makan Bergizi Gratis tak Bisa Instan

Ilustrasi penyiapan menu makan bergizi gratis. (Foto:Dok.PCO)

Dampak Program Makan Bergizi Gratis tak Bisa Instan

Atalya Puspa • 6 February 2025 11:30

Jakarta: Program makan bergizi gratis (MBG) tidak akan dirasakan dampaknya secara langsung dalam waktu dekat. Namun butuh waktu berpuluh-puluh tahun untuk mendapatkan dampak positif dari program tersebut, asal dilakukan secara konsisten dan berkelanjutan. Hal itu diungkapkan oleh Staf Ahli Menteri Bidang Sosial dan Penanggulangan Kemiskinan Kementerian PPN/Bappenas  Pungkas Bahjuri Ali.

“Dampak dari program makan bergizi baru akan kerasa sekian puluh tahun kemudian, atau generasi-generasi berikutnya. Sehingga program ini harus terus dilakukan dalam jangka waktu tersebut,” kata Pungkas dalam diskusi bertajuk Peluncuran Seri Kedua Kajian Makan Bergizi Gratis, Kamis, 6 Februari 2025.

Hal itu telah dibuktikan oleh negara-negara yang telah lebih dulu mengadakan program makan bergizi. Pungkas menyatakan, ada sebanyak 139 negara telah menjalankan program makan siang anak sekolah dengan sasaran dan frekuensi yang beragam. 

Misalnya saa di Jepang, program makan siang anak sekolah dilakukan kepada siswa TK sampai SMP. Dengan menu makan siang, susu dan vitamin B1 sebanyak 5 kali seminggu. Program tersebut telah dilaksanakan hampir 150 tahun lamanya. Selain itu ada Finlandia yang telah 40 tahun lebih mengadakan program makan siang di sekolah. 

“Bagaimana supaya, ini kan dampaknya tadi jangka panjang, perilaku itu bisa berubah, jelas enggak mudah, dan harus terus-menerusdari ketika dia lahir, SD, SMP, diberi makan yang beragam, kemudian ada edukasi, itu gak bisa cepat,” jelas dia. 
 

Baca juga: Makanan Bergizi Dibagi di 25 Lokasi untuk Peringati Hari Gizi

Menurut Pungkas, program MBG akan berdampak besar pada pembentukan pola kebiasaan makan masyarakat hingga akhirnya bisa memberikan dampak positif bagi kesehatan jika dilakukan secara serius. 

Saat ini sendiri Indonesia masih memiliki masalah pada stunting. Selain itu kekurangan gizi pada ibu hamil, hingga kebiasaan makan buah dan sayur yang belum maksimal.

“MBG sebenarnya salah satu kendaraan yang sangat ampuh kalau kita bisa benar memanfaatkannya untuk mengatasi masalah-masalah itu,” imbuh dia. 

Tentu, untuk mencapai ke sana, dibutuhkan berbagai evaluasi dan penguatan regulasi yang terus dilakukan agar program MBG bisa berdampak bagi masyarakat. Dalam hal ini, dibutuhkan kolaborasi berbagai pihak, bukan hanya badan gizi saja, tapi semua kementerian dan stakeholder terkait untuk mendukung program tersebut. 

“Kesiapan BUMDES, UMKM, kesiapan rantai pasok, kesiapan sekolah, kesiapan pesantren, kesiapan Kemkes untuk mengukur, bisa nggak, dignas untuk membantu edukasi di sekolah,” terang Pungkas. 

“Dan gurunya, tata kelola di internalnya sendiri, penyempurnaan, saya kira masih banyak yang perlu disempurnakan, programannya mau seperti apa, apakah mau langsung atau tidak langsung, dan seterusnya. Regulasi, perlu ada regulasi yang kuat untuk mendukung program, karena program ini perlu dukungan masyarakat,” tambah dia.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Meilikhah)