Ilustrasi--Gedung Mahkamah Agung. (Foto: MI/Susanto)
Devi Harahap • 27 December 2024 14:30
Jakarta: Penegakan hukum terhadap koruptor sebagai upaya pemberantasan korupsi di Indonesia kian dipertanyakan. Adanya berbagai vonis pengadilan yang ringan bagi terdakwa kasus korupsi dinilai tidak memberikan rasa keadilan bagi masyarakat, terlebih lagi ada ungkapan Presiden Prabowo Subianto yang ingin memaafkan koruptor apabila mengembalikan uang kerugian negara.
Ketua Mahkamah Agung (MA) Sunarto mengatakan bahwa putusan hakim dalam menangani perkara khususnya menjatuhkan pidana kepada terdakwa korupsi, harus didasarkan pada sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah. Hal itu katanya, sesuai mandat KUHAP pasal 183.
“Hakim ketika memutus (perkara) itu, didasarkan pada alat bukti dan keyakinannya. Jika media hadir (meliput) di persidangan, dapat melihat apakah bukti-bukti yang diajukan oleh para pihak dan bukti-bukti tersebut telah dipertimbangkan dengan baik oleh Hakim,” ujar Sunarto kepada awak Media di Gedung MA pada Jumat, 27 Desember 2024.
Sunarto mengatakan alat bukti yang ada dalam persidangan untuk membuat keputusan perkara, berasal dari penuntut umum, penasehat hukum, atau terdakwa. Selain alat bukti, dikatakan bahwa hakim dalam memutus perkara juga dituntut untuk mempertimbangkan tiga asas.
Baca juga: Kubu Budi Said Nyatakan Banding Atas Vonis 15 Tahun Penjara |